Kamis, 07 Juli 2011

Toleransi

TOLERANSI
ROMA 15 : 1-13
I. Pengantar
Toleransi berarti mampu memaafkan dan dapat menerima dengan tulus perbedaan yang ada dalam kehidupan, baik perbedaan pendapat, ras, adat-istiadat maupun agama. Jadi orang yang memiliki toleransi tidak akan memaksakan kehendak dan mampu menerima apa yang benar itu dengan tulus.
Toleransi juga berarti menjaga temperamen kita sebaik-baiknya. Apa yang diperoleh melalui keributan adalah permusuhan yang tidak akan memberikan kedamaian hidup. Ingatlah bahwa setiap orang itu memiliki harga diri dan rasa terhormat, jadi dalam keadaan dan kedudukan apapun hormatilah perasaan dan harga diri orang lain, siapapun dia. Orang yang mampu manghargai dan menghormati orang lain adalah orang yang terhormat.
Beberapa contoh langkah kehidupan yang penuh toleransi diantaranya adalah :
- Berbuat banyak kebaikan dengan tulus sebagai wujud dari kasih sayang terhadap sesama.
- Tidak menghujat agama orang lain, karena semua adalah ciptaan Tuhan.
- Tidak suka iri hati, membenci dan mendedam terhadap keberhasilan orang lain.
- Memiliki pikiran yang jernih terhadap kehidupan ini dengan cara melihat dunia kehidupan dari sudut yang cerah dan menyenangkan.
- Bersikap selalu rendah hati dan ramah.
- Apapun keadaannya “jangan suka mengejek apalagi keterlaluan”.

II. Penerapan Pengajaran Kristus
Perikop 15:1-13 menyimpulkan diskusi tentang orang yang kuat dan tidak kuat yang merupakan contoh nyata tentang kasih sebagai penghayatan Injil.
Kita mencari kesenangan sesama demi kebaikan untuk membangunnya. Menyenangkan di sini tidak berarti asal senang. Sehingga jemaat tidak dibiarkan dalam keegoisannya. Kita bergaul dan berupaya untuk mengoreksi dengan sabar dalam kasih.
Kristus sendiri rela menanggung penderitaan, yang tentu Dia lakukan bukan untuk kesenangan diri melainkan untuk kita. Kerukunan akibat saling menerima demi kesatuan dalam memuliakan Allah. Ringkasnya bahwa teladan Kristus dan FirmanNya mendorong kita untuk rela berkorban, dan kita diharapkan untuk memuliakan Allah bersama-sama.
Paulus menjelaskan bagaimana Kristus menerima kita. Kristus datang untuk mengokohkan janji-janji Allah kepada Israel, dan juga supaya bangsa-bangsa memuliakan Allah. Penerimaan dalam Kristus yang membawa pengharapan bagi bangsa-bangsa. Firman Tuhan kembali membawa kita ke soal pengharapan. Kesimpulan Paulus mengaitkan iman sebagai dasar, sukacita dan damai sejahtera sebagai suasana, dan Roh Kudus sebagai kuasa, dengan pengharapan. Ternyata pengharapan bukan sesuatu yang dimiliki seorang diri. Penerimaan sesama yang lemah mencerminkan penerimaan Allah yang mendasari pengharapan dan juga membangun kesatuan yang menopang pengharapan.
Amin

Gereja Yang Berbuah

Gereja yang “berbuah”

Bacaan :Markus 11:12-18

Dalam bagian bacaan ini ada dua kejadian yang berkaitan.
1. Pengutukan pohon ara oleh Yesus.
2. Ketidaksetujuan Yesus terhadap apa yang terjadi di bait Allah.

Dalam alkitab kita mengenal Pohon ara yang ditampilkan dari zaman ke zaman,yaitu:
1. Zaman permulaan (Adam sampai Abraham)
2. Zaman pertengahan (Abraham sampai kedatangan Yesus I): Markus 11:12-26).
3. Zaman akhir (Kedatangan Yesus yang pertama s.d kedatangan Yesus yang kedua ): Matius 24:32-36.

Buah ara menjadi sumber makanan tambahan yang populer di Israel karena harganya tidak mahal. Jangka waktu semenjak ditanam sampai berbuah bagi pohon ara adalah 3 tahun. Setiap pohon menghasilkan buah paling banyak sebanyak 2 kali setahun, yaitu pada akhir musim semi dan di awal musim gugur. Peristiwa dalam cerita ini terjadi di awal musim semi, saat pohon ara mengeluarkan daunnya. Biasanya buah ara akan muncul beriringan dengan munculnya daun-daun. Tetapi pohon yang dijumpai Yesus, meskipun daunnya banyak tidak ada buahnya. Pohon itu kelihatannya menjanjikan tetapi tidak memberi buah.

Jadi pohon ara yang disebutkan dalam bacaan ini adalah tentang pohon ara yang mandul. Dan tentu saja pertanyaan yang muncul adalah, apa arti pohon ara ini? Apa yang mau disampaikan oleh Tuhan Yesus melalui peristiwa ini?
Hal pertama yang perlu diingat adalah bahwa cerita ini berbicara tentang gereja, yaitu tentang kita sebagai bagian pelayan Tuhan. Tuhan sedang berbicara langsung mengenai kita, orang Kristen. Dan pokok kedua adalah bahwa sekalipun ada pembela bagi kita, akan tetapi waktunya sangat singkat.

Kata-kata keras Yesus pada pohon ara itu, sebenarnya merujuk juga kepada Israel waktu itu. Hanya kelihatan “luarnya” saja menjanjikan secara rohani sebagai bangsa yang taat kepada Tuhan, tetapi di dalamnya “mandul”. Yesus mengutuk pohon ara itu, mungkin dalam kondisi “marah”. Ia mengutuk atau “marah” tetapi tidak berdosa. Yang dilakukan Yesus karena adanya kenyataan atas ketidakadilan, dan bukan hanya karena kepentingan sendiri.

Peristiwa yang kedua dalam bacaan ini adalah ketika Yesus melihat kenyataan akan kondisi Bait Allah. Bait Allah semestinya menjadi tempat untuk berbakti kepada Allah, tetapi yang terjadi tidak demikian. Begitu juga dengan pohon ara, seharusnya berbuah tetapi tidak menghasilkan. Disinilah Yesus menunjukkan ketidaknyamananNya kepada kehidupan beragama yang tidak memiliki makna atau arti bagi kehadiran harapan, dan kemuliaan Allah demi lahirnya martabat manusia.
Penukaran uang dan penjualan untuk keperluan persembahan bagi umat yang datang ke bait Allah ramai pada saat menjelang Paskah Yahudi. Mereka yang datang dari tempat yang jauh harus menukarkan mata uang mereka karena hanya mata uang bait Allah-lah yang laku untuk pajak bait suci dan membeli hewan kurban. Kadang nilai mata uang yang tinggi menguntungkan bagi para penyedia jasa penukaran uang, begitu juga penjualan hewan yang melonjak tinggi bagi para penjual hewan kurban.

Banyak kios yang ada di pelataran untuk orang-orang asing (non-Yahudi), yang menyebabkan orang-orang bukan keturunan Yahudi tidak mudah untuk beribadah di bait Allah karena kegiatan ekonomi itu. Kembali disini Yesus menampakkan ketidak nyamananNya dengan “marah” karena bait Allah menjadi tidak ramah menyambut dengan hangat lagi kepada orang yang mau datang kepada Allah.
Beberapa hal sebagai catatan alasan mengapa Yesus “marah” adalah disebabkan karena:
1. Ketika “gereja Tuhan” dijadikan tempat untuk “bisnis rohani”
2. Ketika “gereja Tuhan” telah kehilangan keintiman dengan Tuhan, kehilangan hubungan atau relasi dengan Tuhan, sehingga tidak tahu apa yang Tuhan kehendaki dan melakukan apa yang “mereka” mau.
3. Ketika “gereja Tuhan” penuh kedengkian dan memandang muka.
4. Ketika “gereja Tuhan” menghalangi orang belum percaya datang padaNya atau tidak menjadi terang dan garam dunia malah kompromi dengan dunia.
5. Ketika “gereja Tuhan” kehilangan cinta yang mula-mula pada Tuhan.
Seperti bait Allah, tidak ada gereja yang sempurna. Gereja membutuhkan pembaharuan. Begitu juga tatanan kehidupan kita: keluarga, lingkungan kerja dan masyarakat kita. Apa yang akan kita lakukan untuk menjadikan komunitas kita menjadi tempat yang lebih baik? Lalu bagaimana kita mengekspresikan ketidaknyamanan atau “kemarahan” kita selama ini? Pernahkah kita “marah”(baca:berontak)untuk menegakkan apa yang adil dan benar?
Gereja haruslah fokus kepada Allah dan bukan keinginan kita, sebab Allah dapat melakukan apa yang tidak mungkin menjadi mungkin. Bahkan makna fokus kepada Allah juga berarti damai sejahtera tetap akan menjadi milik kita pada saat Allah menjawab “tidak” terhadap segala permohonan kita.
Pohon ara adalah pohon yang cukup besar dan kuat dan membutuhkan banyak sumber makanan. Inilah hal utama dari cerita ini, yaitu bahwa pohon ini hanya tahu mengambil dan tidak memberikan apa-apa. Ia menghisap segalanya, seperti kebanyakan orang yang menghisap atau menyerap segalanya namun tidak pernah memberi apa-apa.
Peringatan yang diberikan kepada kita adalah jika kita termasuk gereja atau orang Kristen yang semacam ini, kita hanya mengumpulkan dan menerima saja segala kekayaan rohani tanpa pernah menghasilkan apa-apa, waspadalah, karena toleransi dari Allah ada batasnya, waktunya sangat singkat.
Kita akan masuk dalam Perjamuan Kudus Pembangunan GKJW, kembali kita diingatkan sebagai teman sekerja Allah merefleksi diri untuk mewujudkan “Gereja yang berbuah”

Amin.



Waru, 5 Juli 2011-gi yohdik