Jumat, 12 Juni 2020

KASIH UNTUK SETIA


Bacaan  : Yohanes 14:15-31



Dalam Bacaan kita hari ini, Yesus memakai kata AKU untuk menghubungkan diri-Nya dengan hakekat Allah dan untuk menggambarkan apa yang telah Allah berikan kepada-Nya agar kemudian Ia lakukan bagi umat manusia. Yesus juga memperkenalkan diri-Nya sebagai Allah yang yang menyediakan semua kebutuhan dan yang membawa pengenalan mengenai Allah kepada manusia. Yesus memiliki maksud bahwa diri-Nya sebagai jalan bagi manusia untuk bertemu dengan Allah dan menjadi umat Allah. Pada hakekatnya Yesus menunjukkan bahwa Ia sejak awal sudah ada dalam rencana Allah.
Yesus juga memberitahukan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia akan mengirim Roh Kudus untuk menolong dan mengajarkan mereka segala sesuatu, serta mengingatkan akan apa yang telah Yesus ajarkan kepada mereka. Roh Kudus akan memperlihatkan apa yang benar dan memimpin mereka kedalam seluruh kebenaran. Karya Roh Kudus itulah yang membebaskan umat Allah yang baru serta mengubah kehidupan mereka, sehingga mereka mengalami damai sejahtera dan setia untuk taat kepada Allah. Dengan demikian melalui pekerjaan Roh Kudus, manusia memiliki kemampuan untuk memahami kehendak Allah, untuk hidup bersama dalam kasih, untuk melihat apa yang mereka dapatkan di masa depan dan untuk melaksanakan berbagai tugas dalam pekerjaan dan pelayanannya.
Perwujudan cinta kasih Allah tentunya memberi peluang yang baik bagi kita untuk senantiasa berperilaku setia membalas kasih-Nya, dengan memberikan segenap keberadaan hidup kita dikuasai dan dipimpin oleh Roh Kudus yang adalah Roh Allah. Kesadaran kita akan senantiasa terbangun jika kita dikuasai oleh-Nya. Disaat rintangan kehidupan yang seolah-olah akan melumpuhkan kita, muncullah pengalaman-pengalaman baru yang spektakuler dalam kehidupan kita betapa kekuatan yang tidak tampak dari Allah melindungi kita dan melenyapkan kendala-kendala tersebut.
Sesuatu yang tidak akan terlupakan kemudian adalah, bahwa kehadiran Roh Kudus yang senantiasa menciptakan damai sejahtera dan melindungi kita, merupakan tanda atau bukti bahwa suatu saat kelak kita akan berada bersama Yesus di rumah Bapa. Sementara kita menanti saatnya tiba, maka marilah kita berlandaskan kasih-Nya, kita tunjukkan kesetiaan  dengan memperlihatkan kehadiran Allah dalam kehidupan sehari-hari.  
Amin.

SENANTIASA BERSYUKUR


Bacaan  : I Raja-Raja 8:54-65



Rasa syukur Salomo kepada Allah didasari oleh karena tidak satupun permohonan bangsa pilihan Allah yang tidak terpenuhi. Dengan selesainya pembangunan Bait Allah, terpenuhilah dua janji penting yang telah dibuat Allah dengan bangsa Israel. Pertama, janji kepada Daud bahwa putranya akan menjadi raja dan yang membangun Bait Allah. Kedua, Israel akan mengalami masa damai setelah menaklukkan Tanah Perjanjian dan mendirikan pusat peribadatan di tempat yang telah dipilih Allah. Keberadaan Bait Allah mempersatukan seluruh bangsa secara keagamaan, serta hal ini dianggap juga memperlihatkan keberhasilan Salomo dalam mempersatukan mereka secara politis. Sebagai ungkapan kerendahan hati Salomo, bahwa segala permintaan tidak semata-mata atas usaha sendiri terlebih untuk kepentingan pribadi. Memiliki arti juga bahwa segala doa dan pujian kepada Allah atas pemenuhan segala permohonan bisa diperlihatkan kepada bangsa Israel, dan segala bangsa bahwa Tuhanlah Allah, dan tidak ada yang lain. Dengan demikian bangsa Israel senantiasa berpaut kepada Tuhan, menurut segala ketetapan-Nya dengan sepenuh hati.
Catatan yang bisa kita pahami dalam kisah kehidupan Salomo ini, membuka mata hati kita bahwa penyertaan Allah berlaku abadi bagi yang dipilih-Nya. Pemenuhan janji-Nya tidak akan terlewati dalam setiap permintaan orang percaya. Namun yang perlu diingat kemudian adalah, bahwa pemenuhan berkat Allah itu harus dipahami bukan atas dasar usaha kita sendiri. Termasuk jangan merasa hanya diri-sendirilah yang diberkati Tuhan, yang lain belum tentu terberkati, sebab yang menetapkan itu Allah sendiri. Semua wujud berkat Allah juga hendaknya dipakai untuk kebahagiaan sesama, artinya ada tindakan berbagi dengan sesama sebagai wujud berbagi cinta kasih Tuhan dan menyaksikan bahwa Tuhanlah Allah.
Rasa syukur dalam wujud doa dan pujian, biarlah itu merupakan tindakan rutinitas keseharian kita sebagai wujud cara orang-orang percaya untuk memuliakan Tuhan, sehinga kita tidak akan terjebak memuliakan diri sendiri. Selamat untuk senantiasa bergantung kepada Tuhan supaya kita senantiasa hidup dalam lingkaran kuasa Tuhan yang penuh dengan pengharapan abadi.

Amin.

KESEDIHAN DAN SUKACITA


Bacaan : Yohanes 16:16-24



Ungkapan Tuhan Yesus yang terdengar; “Tinggal sesaat saja dan kamu tidak melihat Aku lagi, dan tinggal sesaat pula dan kamu akan melihat Aku” menjadi pergumulan diantara para murid-murid. Tuhan Yesus sepertinya memakai kalimat pertentangan ini sebagai cara untuk memahami sesuatu yang baru. Pada kalimat ini ada dua ungkapan yang saling bertentangan, “tidak melihat aku” dan “melihat aku”. Dua kondisi yang akan dialami para murid yang akan kehilangan Yesus, sosok yang mereka kasihi, namun mereka juga akan menemukan Yesus. Dilihat dari materi percakapan di tengah-tengah dinamika situasi dan kondisi pada saat itu, kelihatannya Yesus sedang mengajarkan kepada murid-murid-Nya tentang suatu makna perpisahan yang tidak biasa, seperti yang pernah mereka alami bersama dengan keluarga atau kerabat. Perpisahan itu biasanya bermakna kehilangan karena saling menjauh dan tidak bertemu lagi, dan peristiwa kehilangan menyebabkan kesedihan dan dukacita. Tetapi yang diungkapkan Yesus, menegaskan bahwa peristiwa perpisahan antara Yesus dan para murid-Nya itu bermakna bahwa mereka akan berpisah, namun segera bersatu. Mereka akan merasa kehilangan tetapi pada akhirnya merasa menemukan. Mereka akan mengalami dua kondisi yaitu kesedihan dan sukacita.
Pada konteks peristiwa ini, ada hal penting yang diajarkan Tuhan Yesus kepada para murid-Nya. Tuhan Yesus menjelaskan makna penderitaan yang akan dialaminya, bagaikan seorang ibu yang memang harus melahirkan dengan susah payah, tetapi kelak ketika anaknya sudah lahir penderitaannya itu segera lenyap, berganti sukacita besar. Sangatlah jelas kemudian bahwa, penderitaan Tuhan Yesus di kayu salib, mendamaikan manusia dengan Allah, membawa uluran kasih Allah kepada orang-orang percaya. Tuhan Yesus tidak ingin membiarkan para murid menjadi gagal karena derita yang harus ditanggung-Nya, sebab pada saat puncak penderitaan Allah Bapa ada bersama-Nya. Tuhan Allah tetap ada pada saat tidak ada orang lain yang menemani Yesus. Relasi persekutuan ilahi antara Yesus dengan Allah Bapa, merangkul orang-orang percaya ke dalam penyatuan ilahi tersebut. Dengan percaya kepada kepada Kristus, Allah akan memberikan segala sesuatu yang kita minta dalam nama Yesus. Kita menjadi orang-orang yang akan menerima kasih Allah yang sesungguhnya secara langsung.
Amin.

BERBAGI ITU LEBIH BAIK


Bacaan  : Amsal 3:13-18



Seringkali kita mendengar dari banyak orang bahwa memberi adalah lebih baik daripada menerima. Namun perlu di waspadai dari arti memberi, supaya tidak didominasi dengan pemahaman bahwa yang diberikan hanyalah berasal dari yang dipunyainya. Alkitab mencatat banyak ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah memberi dan mengupasnya. Dari alkitab lah kemudian kita diingatkan bahwa beberapa alasan utama mengapa kita memberi. Diantaranya adalah; memberi berawal dari Tuhan, termasuk pengorbanan Sang Kristus adalah pemberian yang tidak akan pernah terbalaskan oleh manusia. Memberi adalah hukum yang Tuhan tetapkan. Disinilah kita harusnya sadar bahwa berkat yang ada dalam kehidupan kita, diberikan dengan cuma-cuma. Dan yang terakhir kita diingatkan bahwa memberi menghasilkan berkat, dimana di dalam proses memberi itu, kita menjadi saluran berkat. Disinilah sebenarnya memberi lebih tepat jika diartikan sebagai tindakan berbagi, karena semua sumber dan prosesnya bukan berasal dari kita melainkan dari Tuhan.
Bacaan kita hari ini sebenarnya adalah ayat-ayat pujian yang merangkum tentang manfaat hikmat yang berdampak terhadap panjang umur, kekayaan, kemuliaan, keamanan dan kebahagiaan bagi manusia yang memiliki dan menjaganya. Pohon kehidupan merupakan lambang berkat Tuhan. Dan mereka yang melaksanakan hukum Tuhan juga digambarkan sebagai pohon yang tumbuh di tepi aliran air. Pohon-pohon itu memiliki akar yang dalam sehingga dapat tumbuh dengan subur dan menghasilkan buah, bahkan pada musim kering sekalipun. Kehidupan manusia yang berhikmat adalah berwujud berkat. Dan itu adalah dampak dari mereka yang mau menerima didikan dan peringatan Tuhan, serta senantiasa menjalin hubungan dengan Tuhan sebagai perwujudan takut akan Tuhan. Namun yang perlu diwaspadai adalah bahwa mereka yang berhikmat memiliki tujuan utama bukanlah berhenti sampai dengan menerima berkat. Mereka harus menjadi pohon kehidupan bagi orang yang memegangnya. Disinilah justru letak dari kualitas hidup seseorang yang memiliki motivasi membuat sesamanya berbahagia atau sejahtera dalam kehidupannya, melalui tindakan berbagi.
Amin.

Sabtu, 09 Mei 2020

GEMBALA DAN KAWANAN DOMBA-NYA


Bacaan   : Yeremia 23:1-8



Kisah ini terjadi dengan latar-belakang pad masa setelah pembuangan orang Yehuda. Catatan sejarah Alkitab mengingatkan kepada kita bahwa kala itu Raja Koresh dari Persia mengalahkan Babel pada tahun 539 sebelum masehi, dan mulai mengijinkan orang Yahudi pulang ke tanah airnya pada beberapa saat kemudian yaitu pada tahun 538 sebelum masehi. Allah akan menyelamatkan umat-Nya dari Babel dan memulihkan mereka di tanah Israel.
Dalam bacaan kita hari ini, Allah mengingatkan kepada para gembala. Hal ini terjadi karena tugas para gembala adalah melindungi kawanan dombanya agar tidak tersesat. Namun, para pemimpin Israel tidak bertindak sebagai gembala yang baik. Kejahatan dan kelalaian mereka menyebabkan kawanan domba, dalam hal ini yang dimaksud adalah bangsa Israel, dibunuh atau terpencar-pencar di negeri-negeri asing. Pada dasarnya adalah bahwa Tuhan akan menegur keras para gembala yang gagal menjadi gembala yang baik. Tuhan akan turun tangan sendiri untuk mengumpulkan kawanan domba-Nya dan mengirimkan gembala-gembala yang baru.
Kita adalah gembala-gembala masa kini yang meneladani Sang Gembala Agung, Yesus Kristus, yang memerintah atau menggembalakan umat-Nya dengan bijaksana. Dia selalu mendekatkan diri untuk selalu membangun relasi yang baik dengan umat-Nya. Sehingga para kawanan domba selalu mendengar suara Sang Gembala karena Dia senantiasa memanggil domba-domba-Nya masing-masing menurut namanya. Ini adalah penggambaran relasi yang sangat erat dan dalam antara Allah dan orang-orang percaya.
Dari sinilah kita sebagai gembala masa kini bisa memahami tugas utama yaitu, memelihara dan merawat domba-dombanya. Sebagai seorang gembala, pemimpin, pembimbing yang baik, tentu akan mengorbankan waktu, tenaga, perasaan untuk orang-orang yang dipimpinnya atau digembalakannya. Tidak harus kawanan domba itu adalah yang terikat dalam persekutuan dengan kita, melainkan sesama disekitar kita. Karena mereka itu juga memerlukan pendampingan, penguatan, penghiburan dan perhatian kita. Marilah kita bersama-sama ambil bagian dan kesempatan untuk berkarya dengan Sang Gembala Agung.
Amin.

TINDAKAN YANG BERBELA-RASA


Bacaan   : Yohanes 21:1-14



Kisah tentang Yesus menampakkan diri di sungai Tiberias, ditandai dengan perolehan banyak ikan oleh para murid-Nya setelah semalaman tidak mendapatkannya. Peristiwa itu dilengkapi dengan ajakan untuk makan bersama, dengan tersedianya api arang dan diatasnya ada ikan dan roti (ayat 9). Dalam Injil Yohanes ini, ikan dan roti bukan saja sekedar persediaan makanan dari Yesus untuk para murid-murid-Nya. Tetapi mengingatkan bahwa Yesus adalah roti yang memberi hidup serta gambaran roti pada perjamuan terakhir Tuhan Yesus. Sedangkan ikan adalah simbol yang umum dipakai untuk Yesus dalam gereja perdana.
Gambaran tersedianya roti dan ikan dalam bacaan hari ini, ingin mengungkapkan juga bahwa lawatan Yesus kepada para murid, tidak hanya dipahami penekanannya pada karya mukjizat yang mengemukakan tindakan spektakuler sebagai bukti kehadiran Allah. Pekerjaan Allah yang hebat juga terukir dalam berbagai aspek kehidupan termasuk pula dalam hal-hal yang tampaknya sangat sederhana. Dengan demikian cerita lawatan atau kehadiran Yesus di tengah-tengah para murid yang sedang mencari ikan itu, juga memiliki makna bahwa Allah dalam diri Yesus berkenan hadir untuk menyatakan belarasa dan kasih-Nya.
            Tindakan belarasa Yesus itu sesungguhnya cerminan Allah untuk membawa karya agung yang dinamis, dan hendaknya terus menerus diterapkan bagi siapa saja yang percaya dan yang telah ditetapkannya sebagai milik-Nya. Hal ini sangat penting bagi kehidupan kita, yang adalah anak-anak Tuhan yang harus membawa hidup yang sudah mengenal kasih Allah ini, bersedia ambil bagian dengan segenap hati dalam karya keselamatan Allah untuk menolong sesama. Itulah sikap hidup yang seperti Yesus, yang senantiasa menghadirkan tindakan yang berbelarasa.
            Iman kekristenan kita sebenarnya sudah jelas, bahwa tindakan yang berbelarasa adalah yang menghasilkan kebahagiaan bagi mereka yang tertindas dan yang menderita. Tetapi juga perlu untuk diwaspadai bahwa tindakan yang berbelarasa, tidak didasari dengan rasa puas karena sudah punya andil menolong sesama, tetapi didasari dengan rasa hormat dan demi kemuliaan nama Tuhan.

Amin.

ANUGERAH ALLAH UNTUK YUNUS


Bacaan   : Yunus 2:1-10



Niniwe adalah ibukota Asyur, bangsa yang dimusuhi dan yang sangat dibenci bangsa Israel. Lokasinya di Timur laut Mesopotamia di sungai Tigris. Tuhan menyuruh Yunus pergi ke kota Niniwe, Ia harus memberitahukan kepada penduduk kota itu bahwa mereka akan dihukum. Namun Yunus berusaha lari dari perintah Tuhan itu. Dari antara semua tempat yang bisa dikunjungi Yunus karena diutus Allah, Niniwe mungkin adalah tempat tersulit. Bagi Yunus, bahayanya bukan hanya karena Niniwe adalah sebuah kota yang jahat, tetapi masih tersisa kepedihan dalam hati dan pikiran Yunus bahwa bangsa Israel pernah terkalahkan sekitar tahun 722 sebelum Masehi. Kesepuluh suku Israel yang dibuang dari daerah masing-masing, seluruhnya dimusnahkan, dan tidak pernah terdengar lagi.
Dalam bacaan kita hari ini, kita diingatkan bagaimana Yunus yang telah diselamatkan Allah dari kedalaman Laut. Sangat menarik untuk kita renungkan saat Yunus masih dalam perut ikan, artinya masih berada dalam lokasi yang sangat dalam. Yunus memakai gambaran sedang berada di dunia orang mati, dimana diyakini oleh orang Israel kuno bahwa tempat itu terletak di bawah laut, yang dalam bahasa Ibrani disebut “syeol”. Yunus merasakan kesunyian yang tidak pernah teralami sebelumnya. Ia merasa seolah-olah terpisah dari Allah secara jasmani dan rohani. Ia merasa terlempar jauh ke dalam liang di bawah bagian laut yang terdalam dan jauh dari Bait Allah. Namun bagi Tuhan, disini luar biasanya, tidak ada jarak jasmani yang terlalu jauh bagi-Nya untuk mendengar doa Yunus. Di bagian akhir doanya Yunus berseru (ayat 9), ada keyakinan yang sangat kuat dan itu yang terjadi. Maka ketika Yunus diselamatkan, tindakan awal yang dilakukannya adalah ucapan syukurnya. Sebagai penerapan pertumbuhan imanya bahwa Allah sanggup menyelamatkannya.
Catatan menarik untuk kita renungkan, doa Yunus tidaklah panjang namun penuh makna. Curahan hati yang penuh kejujuran dalam rangkaian kalimat yang memancar dari hati nuraninya. Anugerah itu didapatkan Yunus dari Tuhan karena wujud doanya adalah penuh kesungguhan, doanya juga berjiwakan pengampunan dosa serta pengucapan syukur. Tiga pondasi utama dalam hakekat doa.

KEPEMIMPINAN BENTUKAN ALLAH


Bacaan   : Yosua 3:1-7



Kepemimpinan yang diberkati Allah berbeda dengan kecenderungan kepemimpinan duniawi yang ingin membesarkan dirinya sendiri. Kepemimpinan yang membesarkan dirinya cenderung menjadikan dirinya sebagai pusat segalanya. Sebaliknya kepemimpinan yang namanya dibesarkan Allah adalah pribadi yang bersandar penuh kepada anugerah Allah. Karena itu melalui peran dan kehidupan seorang pemimpin, Allah berkenan hadir untuk menyatakan keselamatan dan penebusan-Nya di tengah-tengah umat sesamanya. Sebab Allah yang hidup menjadi pusat kehidupan pemimpin tersebut dan seluruh umat yang dipimpinnya.
Bacaan kita hari ini, kembali menyegarkan ingatan kita dimana sesudah kematian Musa, Allah membesarkan nama Yosua sehingga melalui peran kepemimpinannya umat Israel tidak berpaling meninggalkan Allah. Yosua memimpin umat Israel dalam ketaatan kepada kehendak Allah. Karena itu Allah meneguhkan penyertaan-Nya melalui karya mukjizat saat umat Israel menyeberangi sungai Yordan. Saat Tabut Perjanjian melewati sungai Yordan, terbelahlah airnya, peristiwa ini sama seperti kisah yang dialami oleh umat Israel yang pada waktu itu dibawah kepemimpinan Musa, saat mereka diselamatkan Allah dengan terbelahnya Laut Teberau.
Makna simbolis perlakuan yang sama atas diri Yosua seperti yang teralami oleh Musa menjadi sangat jelas dalam pemahaman kita pada saat ini. Artinya perlakukan yang sama juga terjadi kepada kita yang terpilih menjadi pemimpin dimana saja kita ditempatkan. Kepemimpinan disini jangan diartikan hanya pemimpin formal saja, Allah menempatkan kita dalam situasi dan kondisi yang beragam dimana kita akan tetap menjadi panutan bagi umat sesama disekitar kita. Inilah prinsip iman bagi kita yang harus kita pegang teguh, dimana kepemimpinan yang berkenan di hadapan Allah adalah kepemimpinan yang menjadi media kehadiran Allah di tengah umat-Nya. Berarti melalui kita yang adalah “panutan” bentukan Allah, umat sesama di sekitar kita akan senantiasa terpanggil untuk hidup kudus. Dengan demkian, karakter Allah yang tercermin dalam kehidupan kita, akan menjadi landasan sesama untuk menaikkan syukur atas kepedulian dan rahmat-Nya.

Amin.

Selasa, 10 Maret 2020

Mengenal Dan Merasakan

PERSIAPAN PK “JUMAT AGUNG” BAGI MAJELIS GKJW JEMAAT TAWANG
Selasa, 10 Maret 2020
BACAAN : Yesaya 53: 1-5

MENGENAL DAN MERASAKAN

Mengenal dan mengagumi lebih didasarkan kepada sosok dan penampilan, yang diawali dengan melihat dengan padangan mata. Ada pengharapan jika sosok tersebut memukau dan membuat seolah-olah pengharapan itu menjadi kenyataan yang membawa perubahan hidup. Gambaran sosok yang adalah “Ebed Yahweh” yang dipaparkan dalam kitab Yesaya ini, pastilah sosok yang tidak diinginkan untuk dikagumi. Sosok “Hamba Tuhan” yang tidak tampan, tidak mempesona bahkan terkesan dihina dan dihindari sehingga termasuk sosok yang penuh kesengsaraan. Sebuah pertanyaan yang tersirat dalam Yesaya 53:1; adalah ungkapan yang menggambarkan rasa pesimis, penuh keragu-raguan. Jika sosok tersebut tidak ada daya pikat secara duniawi, maka siapa yang mau percaya akan semua “berita” yang akan disampaikan? Pastilah semua yang disampaikan akan dicibir, ditolak dan diabaikan begitu saja. Namun dibalik penghinaan secara duniawi yang dialamatkan kepada “Hamba Tuhan” tersebut, ternyata Dia yang ditetapkan Allah untuk menanggung “kehinaan” kita, lebih tepatnya menjadi tumbal dosa kita, seperti yang terurai dalam ayat 4-5.

Sang “Hamba Tuhan” yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya tersebut adalah Tuhan Yesus. Tidaklah mudah bagi dunia menerima peristiwa penderitaan dan kematian-Nya sebagai karya penyelamatan Allah bagi umat-Nya. Bahkan dunia terlanjur memandang bahwa peristiwa salib adalah batu sadungan (padangan Yahudi) dan merupakan suatu kebodohan (menurut Yunani). Beragam pandangan duniapun bermunculan yang berpendapat bahwa tidak mungkin peristiwa salib itu terjadi dan diperuntukan bagi Sang Mesias. Hal tersebut menggambarkan secara jelas betapa sulitnya dunia menerima peristiwa yang ditampilkan melalui kehidupan “anak manusia” yang menderita itu. Namun Sang Sosok itu dengan tenang dan penuh ketegaran melalui proses penerimaan yang tidak mudah dan bahkan berakhir dengan sangat tragis. Perlakuan kejam bagaikan seorang pemberontak yang biasa berakhir hidupnya melalui hukuman salib.

Kematian Tuhan Yesus di kayu salib mendorong kita memiliki keberanian untuk menghampiri takhta kasih-karunia Allah. Sebab melalui kematian itu, Allah sedang memulihkan diri kita dari belenggu dosa. Melihat  atau memandang kepada tubuh Kristus yang tertikam di kayu salib tersebut, kita telah mengenal dan bahkan merasakan yang membawa kita memiliki hati yang remuk redam untuk mengakui seluruh dosa. Yang kemudian dengan sikap iman yang benar kita bersedia menyambut pengampunan dosa dan pemulihan dari Tuhan Yesus Kristus. Dengan demikian, jalan dan hidup yang dikaruniakan-Nya itu, menempatkan kita dalam kuasa anugerah Allah yang menyelamat. Pada akhirnya, kita yang memiliki hati yang telah dimurnikan tersebut, semakin layak menjadi kawan sekerja-Nya untuk senantiasa menjabarkan karya keselamatan Allah kepada dunia.

Tiga tindakan kunci yang dialami oleh Hamba Tuhan yang adalah Tuhan Yesus seperti yang tercatat dalam ayat-5 yaitu;
Dia ditikam karena pemberontakan kita,
Dia dihukum atau diganjar karena menggantikan kita,
Dia dicambuk sehingga bilur-bilur-Nya menjadikan kita terlepas dan sembuh dari segala dosa.
Bagaimana dengan kita? jika ingin lebih mengenal Kristus, maka hendaknya kita juga bersedia merasakan tiga tindakan kunci tersebut sebagai kawan sekerja-Nya, dan tentunya berkerja bersama-Nya.

Amin.