Rabu, 06 April 2022

MELIHAT HATI

 

Bacaan: Efesus 4: 17-32

 

Tidak akan bisa ditunda lagi akan kebutuhan yang mendesak tentang pertumbuhan spiritualitas seseorang pada masa-masa sekarang ini. Masa dimana semua orang untuk senantiasa menjaga dan menahan diri dari banyak tawaran dunia yang terlihat menarik dan memikat hati. Sudah saatnya untuk mengejar sasaran terhadap apa yang Tuhan rencanakan dan sedang dikerjakan-Nya pada saat yang menentukan ini. Sebuah pengejaran hati sebagai pusat nilai diri untuk segera memahami sekaligus menghayati apa yang Tuhan sukai dan rindukan, bahkan mengerti apa yang mengganggu hati-Nya. Tuhan seringkali mencelikkan mata hati kita untuk  mampu membedakan mana yang baik dan benar. Itu berarti bahwa hati sebagai penentu arah perjalanan hidup seseorang, sehingga siapa yang ingin “memperbesar” hidupnya, ia harus “memperbesar” hatinya terlebih dahulu.

Perikop bacaan pada hari ini, kembali hati kita teruji ketajamannya untuk melihat dan sekaligus menyikapi terhadap mereka; yang tidak mengenal Allah, yang jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, yang menyerahkan diri kepada hawa nafsu, yang berdusta, yang mencuri, yang memendam kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah. Saatnya kita bersedia digiring melalui perikop ini untuk melihat hati kita masing-masing. Untuk melihat perbedaan mereka yang tidak mengenal Allah dengan mereka yang sudah secara utuh dalam hidupnya sebagai manusia baru bentukan Tuhan. Sudah saatnya kita menolak untuk mengikuti mereka yang berjalan dengan membuat jalan sendiri, mereka yang mengatur kehidupan berdasarkan diri-sendiri dan melakukan segala sesuatu berdasarkan diri-sendiri.

Allah telah memiliki catatan mengenai kualitas dan kapasitas hati kita, apakah hati kita telah menjadi arah hidup untuk menjadikan kita sebagai manusia baru yang telah menanggalkan manusia lama atau belum. Sesungguhnya kita telah mati dan bangkit bersama Kristus, itu berarti manusia lama kita telah disalibkan dengan-Nya dan berada dalam kehidupan manusia baru. Mengenakan manusia baru di dalam Kristus berarti kita telah dipersatukan dengan-Nya, diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.

Pada akhirnya, biarlah bisikan Roh Kudus yang terdengar merdu di telinga dan menerobos ke dalam hati kita yang begini “Aku akan mencarimu terus dan kamu akan mendapatkan Aku” senantiasa menjadi kekuatan hidup kita. Bisikan itu adalah petanda sikap keterdesakan Allah untuk membawa kita kedalam ruang yang intim dan akrab yang dirindukan-Nya. Oleh karenanya, marilah menghiasi hidup dalam panggilan dan pelayanan yang telah diberikan Tuhan dengan sikap dan tindakan yang membangun. Tidak akan pernah menyia-siakan kesempatan yang disediakan Tuhan dan terus bekerja di ladang-Nya dengan penuh sukacita dan syukur.

Tuhan memberkati kita.

Kamis, 26 Agustus 2021

KESEDIAAN DIRI UNTUK MELAYANI

 Bacaan: Yohanes 6: 56-69

Seringkali kita menerima renungan yang bertemakan tentang Yesus sebagai Roti hidup, tepatnya dari bacaan yang terambil dari Injil Yohanes pasal yang ke-6. Pada dasanya kita terus diingatkan untuk memahami bahwa roti yang dimaksud bukanlah roti yang hanya bisa mengenyangkan kebutuhan jasmani, namun Tuhan Yesus berbicara yang mengarahkan sepenuhnya tentang kebutuhan rohani yang membawa kepada hidup yang kekal. Gambaran yang disajikan Tuhan Yesus tentang diri-Nya sebagai roti hidup adalah merupakan undangan bagi setiap orang untuk datang, percaya dan menerima Dia sebagai Tuhan yang datang dari sorga untuk menyelamatkan.

Demikian juga bacaan kita hari ini, merupakan kelanjutan tentang makna roti hidup bagi umat manusia serta tanggapan yang diberikan. Ada tiga bagian besar atau perikop yang perlu kita perhatikan, pertama terdapat dalam ayat 56-59 yang mengungkapkan bahwa barangsiapa menerima Roti Hidup, maka akan menerima karya keselamatan. Dengan demikian ada respon dari umat manusia supaya senantiasa membangun persekutuan dengan Tuhan Yesus. Yang kedua terdapat dalam ayat 60-66, menceritakan tentang orang-orang yang awalnya bersemangat untuk mendengar ajaran Tuhan Yesus, kemudian mengundurkan diri dengan alasan tidak siap menerima ajaran keras dari-Nya. Dan bagian ketiga terdapat dalam ayat 67-69 yaitu pengakuan Petrus menanggapi pertanyaan Tuhan Yesus. Petrus tidak akan pergi meninggalkan Tuhan Yesus, dan menganggap bahwa perkataan yang diucapkan Tuhan Yesus adalah perkataan yang hidup, perkataan yang dari Allah. Pengakuan Petrus inilah cermin pengikut Yesus yang setia, pengakuan yang jujur dan tulus dari hati yang mampu melihat dan merasakan kasih dan karya Allah.

Tidaklah semua pengikut Tuhan Yesus pada waktu itu seperti yang dilakukan oleh seorang yang bernama Petrus. Kebanyakan masih bingung dengan pernyataan Tuhan Yesus tentang diri-Nya, mereka memahami pengajaran Tuhan Yesus hanya dengan akal pikiran manusia yang terbatas. Petrus memandang pilihan hidupnya kepada Kristus bukanlah pilihan yang salah, pilihan yang benar yang membawa pada hidup dan keselamatan yang kekal. Tuhan Allah telah menyatakan karya dan kuasa-Nya kepada manusia melalui pemeliharaan hidup, inilah yang seharusnya membuat manusia tidak ada alasan untuk meninggalkan-Nya. Dibutuhkan komitmen yang sempurna dan mutlak kepada Tuhan, sekalipun banyak tantangan darimanapun, hal itu tidak akan menyurutkan keteguhan iman kepada Tuhan Yesus. Tentu tidak akan lupa tentang perlengkapan senjata Allah yang memampukan manusia juga untuk tetap berjalan dalan garis perjuangan dalam menghadapi serangan kuasa-kuasa jahat yang selalu menyerang manusia pilihan Tuhan.

Pada akhirnya kita selalu diingatkan bahwa kesediaan untuk tetap melayani adalah pengejawantahan kesetiaan mengikut Tuhan Yesus. Tetap memiliki keyakinan bahwa menjalani setiap tugas pelayanan yang dipercayakan Tuhan kepada kita, pastilah diberi kekuatan dari-Nya. Kesediaan untuk tetap bertahan melayani dan terlibat aktif juga didasari bahwa semua itu dilakukan sebagai bentuk respon atas anugerah dan berkat yang Tuhan selalu sediakan untuk kita. Pertolongan dan kekuatan dari Tuhan yang memampukannya.

Tuhan Yesus memberkati   

Amin


SEBAGAI PERWUJUDAN TANGAN TUHAN

 Bacaan: Markus 6:30-34; 53-56

Pemahaman tentang wanita atau perempuan, tidak pernah bergeser jauh dari pemikiran kita semua, bahwa perempuan memiliki peran yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan berkeluarga. Kelembutan dan kasih sayangnya sangat dinantikan kehadirannya oleh semua pihak dalam sebuah keluarga. Sentuhan kelemah-lembutannya dibandingkan dengan ketangguhan fisiknya menunjukkan bahwa perempuan lebih menonjolkan perasaan dalam logika berpikirnya untuk memberlakukan cinta-kasih kepada keluarga. Maka tepatlah Allah pada waktu menciptakan perempuan sebagai penolong yang sepadan dengan laki-laki. Artinya peran penolong yang sepadan ternyata benar-benar nyata sebagai penyeimbang perjalanan kehidupan keluarga. Meskipun memiliki kelemahan fisik sebagai unsur kekurangannya, namun perempuan adalah pribadi yang khas, wujud peran penolong yang sepadan juga terlihat dari sikap mandiri, pekerja keras dan sangat multi-fungsi dalam kehidupan rumah-tangga.

Kepekaan yang dimiliki seorang perempuan semakin memperkuat bahwa perempuan senantiasa menggunakan hati dan perasaan dalam bertindak. Lebih cepat tanggap untuk merasakan apa yang sedang dirasakan oleh orang lain. Terlebih perempuan Kristen yang perhiasannya adalah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah. Belajar dari kisah yang terdapat dalam bacaan kita hari ini, bagaimana Tuhan Yesus lebih mengandalkan perasaan dan cinta kasih-Nya dalam bertindak, demikian juga hendaknya perempuan Kristen dan kita semua. Bukan karena kuasa dan wibawa yang dikagumi oleh banyak orang terhadap diri Tuhan Yesus saat memberi makan atau melakukan penyembuhan kepada banyak orang tersebut, tetapi Tuhan Yesus mengandalkan hati yang penuh dengan belas kasih. Belas kasih Tuhan Yesus sebagai dasar melakukan sesuatu yang menakjubkan, itu juga memiliki pengertian bahwa Dia senantiasa ikut merasakan beban pergumulan dan rasa sakit yang dimiliki banyak orang yang mengikuti-Nya. Tuhan Yesus juga merasakan dan menyertai alur pikiran umat-Nya betapa besar harapan mereka agar mengalami pembaharuan hidup.

Sebagaimana Tuhan Yesus saat berada di dunia, hidup-Nya untuk mengasihi umat ciptaan-Nya tanpa terkecuali dan tak terbatas, mengorbankan sampai mencapai titik puncak pada kematian-Nya demi kebaikan semua, maka demikianlah hendaknya para perempuan dan kita semua. Berbagi kasih kepada orang lain dan memberi diri seutuhnya adalah cara dan pendekatan Kristen yang menjadi dasar pelayanan kita sebagai anak-anak Tuhan. Peran penolong dan peran yang sepadan yang Allah berikan kepada perempuan dalam kehidupan laki-laki, demikian juga hendaknya berlaku bagi kita umat pilihan Tuhan dalam memberlakukan cinta kasih kepada sesama ciptaan terlebih kepada sesama manusia. Dengan ke-khas-an dan kepercayan yang Allah berikan kepada kita, sebagai perwujudan tangan Tuhan, marilah kita senantiasa mengupayakan beragam berkat cinta kasih bagi kehidupan sesama yang lebih baik. Hanya dengan berbagi cinta kasih-Nya dan mau berkorban seperti yang diteladankan oleh Sang Kristus, kita akan menemukan kesejatian hidup Kristen kita. Selamat bertahan untuk terus berelasi dengan Allah dan seluruh ciptaan-Nya.

Tuhan Yesus memberkati   

Amin

YESUS ADALAH ROTI HIDUP

Bacaan: Yohanes 6: 41-51


Pemberian makanan kepada bangsa Israel di padang gurun yang dikenal dengan “manna” adalah simbol dari roti yang akan datang. Manna dari sorga adalah gambaran awal dari roti perjamuan Tuhan yang diberikan kepada para murid-murid menjelang saat pengorbanan Tuhan Yesus. Jika manna yang diberikan kepada bangsa Israel pada waktu itu tidak bisa memberikan hidup yang kekal, tentu berbeda dengan yang dimaksudkan Tuhan Yesus yang menyebut diri-Nya sebagai Roti Hidup. Yang diberikan oleh Tuhan Yesus adalah roti sorgawi yang menghasilkan hidup Ilahi dalam diri kita. Yaitu roti yang sesungguhnya dapat memenuhi kebutuhan hakiki manusia, memuaskan dari rasa lapar dalam hati dan jiwa. Jadi roti hidup yang dinyatakan Tuhan Yesus, bukanlah sebagaimana yang umat Israel ketahui seperti manna yang turun dari sorga, namun tidak demikian dengan Roti Hidup yang datang dari sorga ini, setiap manusia yang menerimanya akan memperoleh hidup yang kekal.

Tuhan Yesus menyatakan diri sebagai Roti Hidup bukanlah ingin mengungkapkan bahwa tidaklah penting mencari kebutuhan jasmani saat berada di dunia ini, namun supaya manusia mengerti bahwa ada “Sosok Hidup” yang mengendalikan perjalanan dan dinamika kehidupan di dunia ini. Tuhan Yesus menginginkan manusia mengenal dan mendekat kepada siapa yang pegang kendali dalam mengatasi perjalanan kehidupan dan tentu saja percaya kepada-Nya. Tuhan Yesus tidak menginginkan manusia hanya terpusat dan pada akhirnya terpikat untuk memperhatikan kebutuhan jasmaninya saja. Sebab jika demikian maka manusia cenderung semakin tertutup untuk menerima kebenaran dan keberadaan Tuhan. Semakin manusia mencurahkan seluruh waktu dan tenaga untuk kenikmatan duniawi, semakin terbawa arus dan menjauh sekaligus melupakan Sang Roti Hidup. Kehadiran Tuhan Yesus di dunia ini sangatlah jelas kemudian, memberi makanan yang mampu memelihara kehidupan rohani dan memberi hidup yang kekal. Penjelmaan diri sebagai manusia sekaligus sebagai Roti Hidup, Tuhan Yesus ingin memposisikan peran sebagai pusat dan pemilik kehidupan. Sehingga, siapapun yang makan daging dan minum darah-Nya, mereka akan memiliki hidup yang kekal dan pasti dibangkitkan dari kuasa maut.

Dalam perjamuan kudus ini, kita akan menerima roti dan anggur sebagai simbol daging dan darah Tuhan Yesus. Itu juga berarti kita menerima Roti Hidup dengan segala peran yang diberikan kepada hidup kita. Ketika kita menerimanya, petanda kita bersedia menyatukan diri dengan Tuhan Yesus. Roti Hidup yang kita terima ini menyembuhkan tubuh dan jiwa serta menguatkan kita dalam perjalanan menuju ke kehidupan sorgawi yang kekal. Tidaklah mudah berproses bersama dengan Tuhan Yesus, membutuhkan kesediaan untuk bersinergi dengan Tuhan Allah. Membangun komunitas dalam gereja Tuhan, memerlukan kehadiran Allah sendiri untuk memampukan kita tetap bertahan dalam kerendahan hati, kejujuran, mengendalikan emosional, bekerja keras, penuh kasih dengan sesama, terlebih mereka yang benar-benar memerlukan bantuan. Jauhkan diri dari segala upaya yang akan meruntuhkan semangat perjalanan pelayanan kita dalam membangun gereja milik Tuhan. Perkenankan senantiasa, Tuhan Yesus yang memiliki hak kehidupan yang berkarya untuk kita semua, agar kita terus diberi kekuatan dan pengharapan serta dimampukan berkarya yang terbaik untuk gereja-Nya.

Tuhan Yesus memberkati   

Amin

Minggu, 01 Agustus 2021

TAAT KEPADA ALLAH YANG PEDULI

Bacaan: Yohanes 6:24-35 

Bila kita kembali mengingat perjalanan umat Israel menuju tanah perjanjian, bukanlah peristiwa yang mudah untuk dipahami. Janji Allah yang diberikan melalui nabi Musa kepada umat Israel tidaklah mudah diterima. Janji akan adanya dunia baru yang masih dalam angan-angan tak kunjung diperolehnya, malahan mereka harus menghadapi krisis di padang gurun yang tidak mengarah kepada situasi yang membaik. Tuhan yang menyertai mereka pastilah mendengar seruan atau bahkan keluhannya. Hal yang mendasar yang dibutuhkan oleh umat pada waktu itu, yaitu makanan dan Allah mengirimkannya. Semua berkat itu berasal dari Allah dan untuk memberi hidup kepada dunia, “mereka diberi-Nya makan roti dari sorga”. Yang menjadi tantangan ketika Allah menyediakan makanan yang berlimpah kepada umat-Nya adalah mengambil secukupnya. Allah menginginkan mereka mengambil menurut ukuran yang secukupnya, sebab jika mengambil makanan yang disediakan Allah itu berlebihan, makanan itu akan membusuk. Tidaklah mudah untuk memerangi diri dengan menekan nafsu keserakahan, hal itu disebabkan rasa kawatir akan kekurangan, padahal Allah terus siap sedia menyediakan sesuai dengan yang dibutuhkan. Allah yang peduli tidak menginginkan semua umat menjadi kawatir dan serakah, sebab ternyata jika mengambil diluar ukuran yang diinginkan Allah yaitu secukupnya, akan berdampak buruk dalam kehidupan umat. 

Bacaan kita hari ini kembali mengingatkan ketika Tuhan Yesus menceritakan ulang bagaimana Allah memberi makan kepada umat Israel pada zaman Musa. Umat Israel diberi makan Tuhan agar supaya memiliki kekuatan untuk kembali melanjutkan perjalanan mengikuti rencana dan kehendak Allah menuju tanah yang dijanjikan-Nya. Dengan demikian tanpa disadari, bahwa umat Israel ikut terlibat dalam karya Allah. Tuhan Yesus juga menginginkan hal yang sama, bahwa setelah Allah memberi umat makanan yang cukup, hendaknya mereka berkenan terlibat dalam karya-Nya. Menjadikan dunia yang haus akan kasih, kebenaran, keadilan serta damai sejahtera itu akan terpenuhi. Sehingga menjadi umat Kristen yang adalah umat pilihan Tuhan Yesus, tidak hanya untuk kepentingan bahkan kepuasan pribadi saja, namun tetap berkarya bersama-Nya menghadirkan cinta kasih yang dunia butuhkan. Seperti halnya umat Israel yang diberi roti dari sorga, demikianlah Tuhan Yesus dengan pernyataan-Nya, “Akulah roti hidup” menunjukkan bahwa Tuhan Yesus berasal dari sorga, dan barang siapa yang telah menerima “roti hidup yang dari sorga tersebut” hendaknya juga terlibat dalam karya Allah dalam mewujudkan kasih, kebenaran, keadilan dan damai sejahtera. 

Menjadi catatan setiap pribadi kita sebagai umat Kristen, keberadaan kita sebagai umat Tuhan, hendaknya tetap memiliki keyakinan bahwa Allah akan melepaskan kita dari kelaparan. Namun Tuhan juga mengingatkan bahwa kita hendaknya mengambil secukupnya, supaya kita terbebas dari bencana yang kita buat sendiri. Jauhkan dari pemikiran bahwa mengikut Tuhan Yesus hanya bertujuan supaya hidup kita layak bergelimang harta. Sebagai pengikut Tuhan Yesus yang telah dicukupi kebutuhannya, tentu akan menggerakkan kita berkarya dengan mewujudkan “Roti yang benar dari sorga” dalam hidup sehari-hari, sehingga setiap umat yang ada di sekitar kita merasakan kasih, kebenaran, keadilan dan damai sejahtera. Itulah wujud karya Allah dalam kehidupan kita, yang akan terus berlangsung sesuai dengan waktu Tuhan yang diberikan kepada kita. 

Tuhan Yesus memberkati 
Amin

Aku ini, Jangan Takut

Bacaan: Yohanes 6:1-21 

Perjalanan kehidupan manusia tidak bisa terhindarkan dengan situasi yang tidak menyenangkan, situasi genting atau lebih mudahnya disebut krisis. Situasi seperti ini juga melanda umat Tuhan, dalam perjalanan para nabi yang tercatat di Perjanjian Lama seperti yang dialami oleh Abraham dan Yakub, serta pada zaman nabi Elia, pada saat Raja Ahab yang membawa rakyatnya memuja Baal. Pada waktu itu Israel mengalami krisis pangan, kelaparan, dan kemiskinan melanda dimana-mana. Pengalaman yang sama juga terjadi dalam kisah di Perjanjian Baru, seperti termuat dalam bacaan kita hari ini, dimana Tuhan Yesus mengetahui bahwa banyak orang yang mengikutinya mengalami kelaparan. 

Pada saat ini, kita juga masuk dalam situasi yang tidak menyenangkan yang tidak hanya situasi krisis biasa, tetapi bisa disebut sebagai multi dimensi krisis, yaitu situasi yang menyebabkan banyak krisis-krisis lainnya sebagai dampak dari satu situasi krisis yang terjadi terlebih dahulu. Kita mengetahui seperti yang kita sedang alami saat ini, bermula dari krisis kesehatan, dengan adanya pandemic covid-19 yang kemudian menimbulkan beragam krisis seperti krisis sosial, ekonomi, politik di hampir semua lapisan kehidupan masyarakat. Dampak yang terjadi dengan adanya krisis yang melanda lapisan masyarakat itu, kemungkinannya akan terjadi dua hal. Pertama, membuat kita semakin tangguh, tanggap dan tumbuh daya juang untuk menciptakan daya kreasi dalam upaya menyelamatkan keluarga dari kelaparan, terbebas dari beragam godaan yang melemahkan nilai sosial, serta terus berupaya terlibat dalam gerakan untuk menjaga dinamika perpolitikan sehingga pemerintahan berjalan baik dan negara tetap utuh. Kedua, akan terjadi sebaliknya, kita menjadi putus asa, tanpa harapan, terlebih jika kemudian seseorang mengalami krisis jati diri. Seseorang tidak lagi memiliki arah, apa yang akan dilakukannya, hidupnya diliputi dengan ketakutan, ini sangat membahayakan. 

Krisis jati diri juga dialami oleh para murid Tuhan Yesus pada saat menghadapi banyak orang yang kelaparan, dan pada saat mengalami ketakutan saat perahu mereka dihantam angin kencang. Tuhan Yesus mengingatkan kepada para murid supaya tidak mudah cuci tangan dan masa bodoh dengan situasi krisis tersebut. Para murid harus memperhatikan mereka yang sedang memerlukan perhatian, mereka yang sedang mengharapkan kasih sayang. Para murid harus memiliki pemahaman bahwa dalam dirinya ada kemampuan yang senantiasa ditopang oleh Allah, bukan kemampuan manusia duniawi yang serba terbatas dan egois. Tuhan Yesus menyerukan kepada para murid, “Aku ini, jangan takut”. Seruan yang menguatkan dan sekaligus mengingatkan untuk membuka jalan pikiran kita bahwa Allah tetap memeluk kita dengan kasihNya, demikian kita hendaknya memperkenankan Allah untuk senantiasa hadir dalam kehidupan kita. Dengan demikian, kalaupun krisis masih berjalan, namun Tuhan ada dimanapun kita ada, Tuhan akan senantiasa pegang kendali dalam situasi apapun. 

Pada akhirnya, hendaknya kita memiliki sikap yang baik dalam menghadapi krisis, yaitu; marilah kita hidup dari apa yang ada, hidup dengan sikap penuh syukur, mengelola berkat Tuhan dengan benar berlandaskan hikmatNya, dan yang tidak kalah utamanya adalah tindakan berbagi sebagai wujud kita terlepas dari perilaku cuci tangan dan masa bodoh. 

Tuhan Yesus memberkati 
Amin

Kuat Menghadapi Penolakan

Bacaan: Markus 6:1-13 

Sakit rasanya kalau terjadi penolakan-penolakan yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar keberadaan kita. Ketika ide, pikiran yang ingin kita sampaikan langsung ditolak begitu saja, bahkan dengan kata-kata yang cenderung kasar. Setidaknya ada dua hal yang menjadi alasan mengapa kita sering mendapat penolakan tersebut. Pertama, kondisi dan status keluarga kita. Dalam kehidupan kita sehari-hari, seringkali setiap penolakan-penolakan yang kita alami karena orang-orang banyak menilai bukan hanya diri kita, tetapi seisi rumah kita. Kedua, lingkungan kita. Seringkali kita direndahkan, misalnya hanya kita dianggap tidak bisa melakukan hal besar seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang kedudukannya lebih tinggi. 

Pada saat kita ingin menyampaikan suatu kebenaran ternyata kita malah dijauhi, ketika kita ingin menolong orang lain ternyata pertolongan kita itu tidak dihiraukan bahkan kita menjadi bahan omongan karena dianggap ingin mencari pujian, ingin dilihat sebagai orang yang hebat dan sebagainya. Dari setiap penolakan-penolakan yang dialami ini, ada satu hal yang perlu kita lihat dari teladan Yesus, yaitu Ia tidak marah kepada orang-orang ditempat asal-Nya sendiri. Ia tidak merenungi atau meratapi nasib-Nya, Ia juga tidak menyerah begitu saja akan kondisi yang dialami-Nya. Ia bahkan fokus kepada rencana-Nya untuk melanjutkan setiap pekerjaan yang harus Ia kerjakan. Penolakan yang Yesus alami membangkitkan semangatnya untuk tetap mengajar di tempat asal-Nya. Yesus bahkan mengutus kedua belas murid-Nya untuk tetap mengajar. Murid-murid diminta untuk memberitakan bahwa setiap orang harus bertobat, bahkan mereka pun mengusir banyak setan dan menyembuhkan orang sakit. Dengan demikian dapat terlihat bahwa penolakan yang dialami Yesus, justru dimanfaatkan untuk membangkitkan semangat diri-Nya serta murid-murid-Nya untuk senantiasa mengajarkan kebenaran kepada orang-orang disekitar keberadaan-Nya. 

Penolakan yang kita alami tidak dapat dibandingkan dengan penolakan yang Tuhan Yesus alami. Penolakan terhadap Tuhan Yesus jauh lebih berat daripada penolakan yang kita alami. Tetapi pada saat yang sangat berat seperti itu, Tuhan Yesus mampu untuk bertahan dan menghalau semuanya. Tuhan Yesus adalah figur teladan bagi para pemimpin dan bagi kita semua. Beratnya tugas yang diemban oleh Tuhan Yesus sudah mulai nampak ketika Ia ditolak oleh orang-orang di kampung halaman-Nya sendiri. Padahal mereka adalah orang-orang yang paling dekat dengan-Nya yang seharusnya memberikan dukungan terhadap karya keselamatan yang mulai dikerjakan. Tetapi justru merekalah yang kini berusaha melemahkan semangat Tuhan Yesus. Namun Ia adalah pribadi yang berpandangan luas. Keselamatan bukan hanya untuk orang-orang tertentu saja, tetapi bagi semua orang. Meskipun berkarakter pemimpin, Ia tidak memaksa orang lain untuk percaya kepada-Nya. Tuhan Yesus hanya hendak membuka mata semua orang bahwa apa yang dinubuatkan oleh para nabi kini telah menjadi kenyataan. Roh Tuhan ada pada-Nya, Kristus-lah yang terurapi, yang diutus untuk memberitakan kabar gembira. 

Dalam pengalaman kita ditolak orang lain, bahkan oleh orang–orang yang terdekat dengan kita. Kita tidak perlu kecewa jika kita ditolak karena menegakkan kebenaran sesuai dengan iman Kristen kita. Suara kenabian harus kita gemakan pada masa sekarang ini. Marilah kita mengingat juga bahwa Tuhan Yesus juga pernah ditolak, bahkan sampai menderita dan mati di kayu salib. Tetapi justru melalui peristiwa itu, Ia diangkat oleh Bapa menjadi penguasa atas dunia ini. Kita pun seharusnya meneladani Tuhan Yesus. Apapun penolakan dunia ini, hendaklah kita terus maju dan berjuang demi iman kita kepada Kristus. Dan kalau kita bisa bertahan, kitalah pemenang atas hidup kita. Apapun yang terjadi dalam hidup, percayalah, Tuhan tidak akan meninggalkan kita. 

Amin