Sabtu, 09 Mei 2020

GEMBALA DAN KAWANAN DOMBA-NYA


Bacaan   : Yeremia 23:1-8



Kisah ini terjadi dengan latar-belakang pad masa setelah pembuangan orang Yehuda. Catatan sejarah Alkitab mengingatkan kepada kita bahwa kala itu Raja Koresh dari Persia mengalahkan Babel pada tahun 539 sebelum masehi, dan mulai mengijinkan orang Yahudi pulang ke tanah airnya pada beberapa saat kemudian yaitu pada tahun 538 sebelum masehi. Allah akan menyelamatkan umat-Nya dari Babel dan memulihkan mereka di tanah Israel.
Dalam bacaan kita hari ini, Allah mengingatkan kepada para gembala. Hal ini terjadi karena tugas para gembala adalah melindungi kawanan dombanya agar tidak tersesat. Namun, para pemimpin Israel tidak bertindak sebagai gembala yang baik. Kejahatan dan kelalaian mereka menyebabkan kawanan domba, dalam hal ini yang dimaksud adalah bangsa Israel, dibunuh atau terpencar-pencar di negeri-negeri asing. Pada dasarnya adalah bahwa Tuhan akan menegur keras para gembala yang gagal menjadi gembala yang baik. Tuhan akan turun tangan sendiri untuk mengumpulkan kawanan domba-Nya dan mengirimkan gembala-gembala yang baru.
Kita adalah gembala-gembala masa kini yang meneladani Sang Gembala Agung, Yesus Kristus, yang memerintah atau menggembalakan umat-Nya dengan bijaksana. Dia selalu mendekatkan diri untuk selalu membangun relasi yang baik dengan umat-Nya. Sehingga para kawanan domba selalu mendengar suara Sang Gembala karena Dia senantiasa memanggil domba-domba-Nya masing-masing menurut namanya. Ini adalah penggambaran relasi yang sangat erat dan dalam antara Allah dan orang-orang percaya.
Dari sinilah kita sebagai gembala masa kini bisa memahami tugas utama yaitu, memelihara dan merawat domba-dombanya. Sebagai seorang gembala, pemimpin, pembimbing yang baik, tentu akan mengorbankan waktu, tenaga, perasaan untuk orang-orang yang dipimpinnya atau digembalakannya. Tidak harus kawanan domba itu adalah yang terikat dalam persekutuan dengan kita, melainkan sesama disekitar kita. Karena mereka itu juga memerlukan pendampingan, penguatan, penghiburan dan perhatian kita. Marilah kita bersama-sama ambil bagian dan kesempatan untuk berkarya dengan Sang Gembala Agung.
Amin.

TINDAKAN YANG BERBELA-RASA


Bacaan   : Yohanes 21:1-14



Kisah tentang Yesus menampakkan diri di sungai Tiberias, ditandai dengan perolehan banyak ikan oleh para murid-Nya setelah semalaman tidak mendapatkannya. Peristiwa itu dilengkapi dengan ajakan untuk makan bersama, dengan tersedianya api arang dan diatasnya ada ikan dan roti (ayat 9). Dalam Injil Yohanes ini, ikan dan roti bukan saja sekedar persediaan makanan dari Yesus untuk para murid-murid-Nya. Tetapi mengingatkan bahwa Yesus adalah roti yang memberi hidup serta gambaran roti pada perjamuan terakhir Tuhan Yesus. Sedangkan ikan adalah simbol yang umum dipakai untuk Yesus dalam gereja perdana.
Gambaran tersedianya roti dan ikan dalam bacaan hari ini, ingin mengungkapkan juga bahwa lawatan Yesus kepada para murid, tidak hanya dipahami penekanannya pada karya mukjizat yang mengemukakan tindakan spektakuler sebagai bukti kehadiran Allah. Pekerjaan Allah yang hebat juga terukir dalam berbagai aspek kehidupan termasuk pula dalam hal-hal yang tampaknya sangat sederhana. Dengan demikian cerita lawatan atau kehadiran Yesus di tengah-tengah para murid yang sedang mencari ikan itu, juga memiliki makna bahwa Allah dalam diri Yesus berkenan hadir untuk menyatakan belarasa dan kasih-Nya.
            Tindakan belarasa Yesus itu sesungguhnya cerminan Allah untuk membawa karya agung yang dinamis, dan hendaknya terus menerus diterapkan bagi siapa saja yang percaya dan yang telah ditetapkannya sebagai milik-Nya. Hal ini sangat penting bagi kehidupan kita, yang adalah anak-anak Tuhan yang harus membawa hidup yang sudah mengenal kasih Allah ini, bersedia ambil bagian dengan segenap hati dalam karya keselamatan Allah untuk menolong sesama. Itulah sikap hidup yang seperti Yesus, yang senantiasa menghadirkan tindakan yang berbelarasa.
            Iman kekristenan kita sebenarnya sudah jelas, bahwa tindakan yang berbelarasa adalah yang menghasilkan kebahagiaan bagi mereka yang tertindas dan yang menderita. Tetapi juga perlu untuk diwaspadai bahwa tindakan yang berbelarasa, tidak didasari dengan rasa puas karena sudah punya andil menolong sesama, tetapi didasari dengan rasa hormat dan demi kemuliaan nama Tuhan.

Amin.

ANUGERAH ALLAH UNTUK YUNUS


Bacaan   : Yunus 2:1-10



Niniwe adalah ibukota Asyur, bangsa yang dimusuhi dan yang sangat dibenci bangsa Israel. Lokasinya di Timur laut Mesopotamia di sungai Tigris. Tuhan menyuruh Yunus pergi ke kota Niniwe, Ia harus memberitahukan kepada penduduk kota itu bahwa mereka akan dihukum. Namun Yunus berusaha lari dari perintah Tuhan itu. Dari antara semua tempat yang bisa dikunjungi Yunus karena diutus Allah, Niniwe mungkin adalah tempat tersulit. Bagi Yunus, bahayanya bukan hanya karena Niniwe adalah sebuah kota yang jahat, tetapi masih tersisa kepedihan dalam hati dan pikiran Yunus bahwa bangsa Israel pernah terkalahkan sekitar tahun 722 sebelum Masehi. Kesepuluh suku Israel yang dibuang dari daerah masing-masing, seluruhnya dimusnahkan, dan tidak pernah terdengar lagi.
Dalam bacaan kita hari ini, kita diingatkan bagaimana Yunus yang telah diselamatkan Allah dari kedalaman Laut. Sangat menarik untuk kita renungkan saat Yunus masih dalam perut ikan, artinya masih berada dalam lokasi yang sangat dalam. Yunus memakai gambaran sedang berada di dunia orang mati, dimana diyakini oleh orang Israel kuno bahwa tempat itu terletak di bawah laut, yang dalam bahasa Ibrani disebut “syeol”. Yunus merasakan kesunyian yang tidak pernah teralami sebelumnya. Ia merasa seolah-olah terpisah dari Allah secara jasmani dan rohani. Ia merasa terlempar jauh ke dalam liang di bawah bagian laut yang terdalam dan jauh dari Bait Allah. Namun bagi Tuhan, disini luar biasanya, tidak ada jarak jasmani yang terlalu jauh bagi-Nya untuk mendengar doa Yunus. Di bagian akhir doanya Yunus berseru (ayat 9), ada keyakinan yang sangat kuat dan itu yang terjadi. Maka ketika Yunus diselamatkan, tindakan awal yang dilakukannya adalah ucapan syukurnya. Sebagai penerapan pertumbuhan imanya bahwa Allah sanggup menyelamatkannya.
Catatan menarik untuk kita renungkan, doa Yunus tidaklah panjang namun penuh makna. Curahan hati yang penuh kejujuran dalam rangkaian kalimat yang memancar dari hati nuraninya. Anugerah itu didapatkan Yunus dari Tuhan karena wujud doanya adalah penuh kesungguhan, doanya juga berjiwakan pengampunan dosa serta pengucapan syukur. Tiga pondasi utama dalam hakekat doa.

KEPEMIMPINAN BENTUKAN ALLAH


Bacaan   : Yosua 3:1-7



Kepemimpinan yang diberkati Allah berbeda dengan kecenderungan kepemimpinan duniawi yang ingin membesarkan dirinya sendiri. Kepemimpinan yang membesarkan dirinya cenderung menjadikan dirinya sebagai pusat segalanya. Sebaliknya kepemimpinan yang namanya dibesarkan Allah adalah pribadi yang bersandar penuh kepada anugerah Allah. Karena itu melalui peran dan kehidupan seorang pemimpin, Allah berkenan hadir untuk menyatakan keselamatan dan penebusan-Nya di tengah-tengah umat sesamanya. Sebab Allah yang hidup menjadi pusat kehidupan pemimpin tersebut dan seluruh umat yang dipimpinnya.
Bacaan kita hari ini, kembali menyegarkan ingatan kita dimana sesudah kematian Musa, Allah membesarkan nama Yosua sehingga melalui peran kepemimpinannya umat Israel tidak berpaling meninggalkan Allah. Yosua memimpin umat Israel dalam ketaatan kepada kehendak Allah. Karena itu Allah meneguhkan penyertaan-Nya melalui karya mukjizat saat umat Israel menyeberangi sungai Yordan. Saat Tabut Perjanjian melewati sungai Yordan, terbelahlah airnya, peristiwa ini sama seperti kisah yang dialami oleh umat Israel yang pada waktu itu dibawah kepemimpinan Musa, saat mereka diselamatkan Allah dengan terbelahnya Laut Teberau.
Makna simbolis perlakuan yang sama atas diri Yosua seperti yang teralami oleh Musa menjadi sangat jelas dalam pemahaman kita pada saat ini. Artinya perlakukan yang sama juga terjadi kepada kita yang terpilih menjadi pemimpin dimana saja kita ditempatkan. Kepemimpinan disini jangan diartikan hanya pemimpin formal saja, Allah menempatkan kita dalam situasi dan kondisi yang beragam dimana kita akan tetap menjadi panutan bagi umat sesama disekitar kita. Inilah prinsip iman bagi kita yang harus kita pegang teguh, dimana kepemimpinan yang berkenan di hadapan Allah adalah kepemimpinan yang menjadi media kehadiran Allah di tengah umat-Nya. Berarti melalui kita yang adalah “panutan” bentukan Allah, umat sesama di sekitar kita akan senantiasa terpanggil untuk hidup kudus. Dengan demkian, karakter Allah yang tercermin dalam kehidupan kita, akan menjadi landasan sesama untuk menaikkan syukur atas kepedulian dan rahmat-Nya.

Amin.