Senin, 28 Maret 2016

"bukan ketika kita baik ...saja"

BACAAN : LUKAS 15: 1-10
(yohanes didik)


Seringkali kita mendengar nasehat orangtua kepada anaknya supaya menjauh dari orang atau kelompok yang dianggap tidak baik, karena jika tidak memiliki kekuatan iman akan menjadi sama dengan mereka. Nasehat itu tidak bisa disalahkan, karena memang banyak cerita yang menunjukkan kebenaran akan pendapat tersebut. Namun permasalahannya adalah bagaimana kemudian orang-orang yang dianggap jahat itu berubah menjadi baik. Demikian juga bagaimana kita memiliki kekuatan iman supaya tidak terpengaruh dengan hal-hal yang tidak baik. Bacaan kita hari ini mengingatkan kita bagaimana kita bersikap dengan meneladani apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus terhadap orang yang dianggap berdosa.  
Sikap Tuhan Yesus yang sangat luar biasa adalah dalam memperlakukan orang-orang yang dianggap lemah dan berdosa. Lebih dari pada itu Tuhan Yesus juga bersedia untuk makan bersama-sama dengan mereka. Padahal dalam tradisi orang Yahudi, seorang yang baik tidak dibenarkan untuk makan bersama dengan orang yang dianggap berdosa. Sebab makna dari tindakan makan bersama merupakan bentuk persekutuan yang memiliki hubungan erat dengan orang-orang yang duduk di sekitarnya. Sehingga ketika Tuhan Yesus bersedia duduk untuk makan bersama dengan para pemungut cukai dan orang berdosa, Yesus dianggap oleh telah memposisikan diri sebagai bagian dari kehidupan para pemungut cukai dan orang berdosa. Itu sebabnya orang orang Farisi dan ahli-ahli Taurat segera menunjukkan sikap menentang. Inilah letak perbedaan sikap antara Tuhan Yesus dengan para pemimpin agama Yahudi pada waktu itu. Mereka lebih cenderung menjaga kesucian dan kesalehan mereka dengan menjauhi orang-orang yang dianggap berdosa. Sedangkan Tuhan Yesus berkenan menjadi sahabat mereka agar mereka memiliki kasih dan dan mendapat pengampunan  dari Tuhan.
Untuk menjelaskan bagaimana sikap Allah yang mengasihi setiap orang yang berdosa, Tuhan Yesus memberikan perumpamaan tentang seorang gembala yang mau mencari seekor anak domba dengan meninggalkan sembilan puluh sembilan ekor dombanya. Perumpamaan Tuhan Yesus tersebut merupakan gambaran dari kehidupan para gembala domba pada zamannya. Mereka bersedia mencari di tempat-tempat yang cukup jauh dan sulit. Mereka hanya mau pulang apabila mereka telah berhasil membawa kambing atau dombanya yang hilang. Sikap para gembala tersebut dipakai oleh Tuhan Yesus untuk menggambarkan sikap kasih Allah yang terus-menerus mencari setiap umatNya yang hilang dan tersesat. Allah memandang semua umatNya begitu berharga, bahkan ketika umatnya jatuh di dalam dosa, Allah tetap memandang berharga sehingga tetap dicari dan diselamatkan.
Hari ini kita disadarkan lagi, bahwa Allah mengasihi kita, bukan ketika kita baik, benar saja. Tetapi Allah di dalam Kristus sangat mengasihi kita justru ketika kita berdosa dan lemah. Allah di dalam Kristus adalah Allah yang penuh anugerah. Dia mencintai orang berdosa agar mereka selamat dan memperoleh hidup yang kekal. Itu sebabnya mereka yang telah diampuni oleh Allah seharusnya terpanggil pula untuk mengabarkan kasih dan pengampunan Allah kepada sesamanya yang masih belum mengenalNya.

Dalam praktek hidup ternyata tidaklah mudah untuk menerapkan tindakan kasih Allah yang senantiasa mencari dan menyelamatkan sesama yang hilang atau tersesat. Karena ketika kita bergaul, kita juga dapat jatuh dalam sikap yang kompromistis dengan membenarkan tindakan mereka yang tidak terpuji itu. Marilah kita seperti Kristus yang memiliki kasih dengan mau peduli mencari dan menyelamatkan sesama di sekitar kita yang tersesat dengan tetap menjaga integritas dan kesetiaan iman kita kepada Tuhan Yesus.Amin.

“Dengarkanlah suara-Ku ...!”

Bacaan Alkitab: Yeremia 11:1-17
(yohanes didik)

Pada umumnya, jika ada dua pihak yang bersepakat dalam suatu perjanjian, tentu keduanya akan memegang teguh perjanjian itu. Oleh karenadi setiap perjanjian itu pasti saling menguntungkan kedua belah pihak, maka bila salah satu pihak melanggar perjanjian, akan ada sanksi yang diberikan bagi pihak yang melanggarnya.Menjadi menarik jika ada perjanjianantara dua belah pihak, dan salah satu pihak yang paling diuntungkan, justru melanggar perjanjian terlebih dahulu. Inilah yang terjadi dalam perjanjian antara Allah dan bangsa Israel.Muncul ketidaksetiaan bangsa Israel terhadap perjanjian yang telah dibuatnya bersama Tuhan Allah.
Tuhan telah menjalin perjanjian dengan bangsa Israel ketika Ia akan membebaskan mereka dari Mesir, negeri yang membelenggu mereka dengan perbudakan bertahun-tahun lamanya. Pada waktu itu, Tuhan memerintahkan Israel untuk mendengar dan menaati firman-Nya. Dengan menyetujui perintah Tuhan itu, Israel telah masuk dalam relasi perjanjian dengan Allah, mereka menjadi umat-Nya dan Ia menjadi Allah mereka. Namun sayang, Israel gagal untuk mendengar dan taat. Berulang kali, dari generasi ke generasi, umat Allah melakukan hal itu meski sudah berulang kali pula diperingatkan. Kenyataan itulah yang tidak mengherankan jika kemudian Tuhan begitu sakit hati hingga Ia akan menimpakan malapetaka atas Israel. Demikian juga Yeremia dilarang Tuhan untuk mendoakan mereka.Ini memperlihatkan bahwa dosa-dosa Israel begitu keterlaluan sehingga Tuhan tidak berniat untuk menarik hukuman-Nya. Seolah-olah Tuhan sudah tidak bisa berharap bahwa Israel bisa berubah. Namun, seruan Allah kepada Israel melalui Yeremia, untuk menyampaikan dan mengingat isi perjanjiandengan nenek moyangnya keseluruh penjuru kota Yehuda dan Yerusalem, dan Ia memperingatkan terus menerus (ayat6-7) supaya umat Israel senantiasa “mendengar suaraNya” adalah wujud betapa Allah sungguh mengasihi bangsa yang dikasihi itu.
“Dengarkanlah suara-Ku dan lakukanlah segala apa yang Kuperintahkan kepadamu, maka kamu akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allahmu,..” (ayat 4). Sebuah seruan kepada nenek moyang Israel yang diingatkan kembali kepada generasi berikunya melalui Yeremia, juga memiliki makna bahwa ada gerakan Allah untuk mematahkan persepakatan jahat diantara mereka yang mengikuti allah lain dan beribadah kepadanya. Sangat luar biasa ketika Yeremia, sebagai teman sekerja Allah dengan respon yang sangat bermakna pasrah tetapi penuh dengan pengharapan “Begitulah hendaknya, ya Tuhan!”
Kesetiaan dan komitmen kita untuk setia kepada perintah Tuhan sering diperhadapkan dengan berbagai hal yang menuntut kita untuk bertahan supaya tidak melanggar perintah Tuhan. Seringkali dalam kehidupan rumah tangga, di tempat kita berkarya kita tergoda untuk melakukan perbuatan yang tidak dikehendaki Tuhan. Kita tergoda mendapatkan kenikmatan duniawi melalui cara-cara yang tidak sesuai dengan iman Kristen.  Jika demikian itu terjadi, maka biarkan kekuatan Roh Kudus melakukan “hak-karya agungNya” mengingatkan akan janji Allah kepada bangsa pilihanNya, termasuk orang-orang yang dikasihinya seperti kita, dengan melakukan tindakan yang sangat menolong kita yaitu mengingatkan kita akan firman Tuhan, “Dengarkanlah suara-Ku dan lakukanlah segala apa yang Kuperintahkan kepadamu, maka kamu akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allahmu,..”. Dari firman Tuhan ini, setidaknya dipahami ada dua langkah yang kita tempuh. Langkah pertama, dengarkanlah suaraNya, lakukanlah relasi yang harmonis dengan Tuhan, memahami akan apa yang dikehendakiNya dalam hidup kita. Tahap kedua, tidak hanya mendengar dan bahkan memohon, tetapi senantiasa ingat kita adalah teman sekerja Allah, hendaklah kita melakukan kehendaknya untuk terealisasinya “Karya Agung Allah” dalam setiap sisi kehidupan. Maka, konsekuensi logis yang akan kita dapatkan, walaupun tidak kita minta sekalipun bahwa Allah mengakui kita sebagai umatNya, sehingga segala apa yang kita perlukan pastilah akan terlengkapinya.
Kiranya kita semuasenantiasa ingat akan janji semula kita dengan Tuhan dan berbalik menjadi setia akan janji-Nya, kembali kepada komitmen pertama kali kita meninggalkan hidup dengan cara-cara yang lama, hidup duniawi yang tidak berkenan oleh Tuhan dan menggantikannya dengan hidup yang sesuai dengan kehendak Tuhan dan memuliakan-Nya.

            Tuhan memberkati kita, Amin
BACAAN : KELUARAN 12: 21-27
(yohanes didik)

"tidak memperhitungkan segala dosa"

Kebutuhan manusia selain makan dan minum adalah kebutuhan mendapatkan rasa aman dalam hidupnya, aman dari bahaya, aman dari ketidaksejahteraan dan sebagainya.Terlebih manusia merasa aman ketika terbebas dari kematiannya, maka itu akan dikenang sepanjang hidupnya bahkan dapat diceritakan kepada anak keturunannya sebagai peristiwa yang merupakan cerita rantai yang tidak pernah putus yang dijadikan bahan cerita turun temurun dengan beragam maksud dan tujuan. Namun biasanya itu menjadi bagian ucapan syukur atas perhatian sang pencipta dan perlindungan yang diberikannya. Hal itu menunjukkan bahwa manusia sangat memahami jika rasa aman itu hanya dapat diperoleh dari Tuhan, sehingga rasa aman sebenarnya memiliki arti bahwa manusia menginginkan kehidupannya senantiasa dalam perlindungan Tuhan.Kehidupan yang tidak pernah kawatir akan kekurangan dan senantiasa aman dari segala ancaman dunia, baik ancaman fisik maupun psikis yang sering melanda kehidupan manusia.
Bacaan hari ini mengingatkan kepada kita dan sekaligus memperlihatkan kepada kita bahwa bangsa pilihan Allah yaitu bangsa Israel mendapatkan rasa amannya dari Tuhan dengan cara mematuhi segala perintah yang diberikan Allah kepada mereka.Peristiwa terhindarnya maut atas anak keturunannya itu menjadikannyasebagai perayaaan ucapan syukur yang senantiasa dilakukan sebagaitradisi mereka dan mewariskannya kepada anak cucu mereka untuk menjadi sebuah perayaan keagamaan sebagai tanda kepatuhannya kepada Allah. Perayaan atas peristiswa itu kemudian dikenal dengan Paskah, berasal dari kata “Pesakh” yang artinya “melewati”, sebuah karya penyelamatan Allah bagi bangsa pilihannya. Bangsa Israel sendiri memahaminya sebagai sebuah pengakuan akan otoritas Allah bagi bangsa pilihanNya dan menjadi peristiwa iman yang tidak pernah dilupakan untuk dicatat sebagai sejarah bangsa Israel bahkan menjadi peristiwa besar bagi semua orang percaya seluruh dunia di segala zaman sekalipun.
Karya besar Allah ini adalah bukti nyata betapa Ia tidak hanya menunjukkan kepedulianNya kepada bangsa pilihannya saja tetapi dibalik itu, Allah ingin meruntuhkan tembok perbudakan sehingga memunculkan rasa keadilan dan kemerdekaan untuk menikmati “kasih Allah” dimana Allah tidak pernah memperhitungkan segala dosa bangsa pilihanNya itu karena dalam setiap karya penyelamatan yang dilakukan dilandasi dengan belas kasih pengampunanNya. Itulah sebabnya, bangsa Israel hendaknya merespon keinginan Allah itu dengan senantiasa memegang karya Allah ini sebagai ketetapan sampai selama-lamanya dan menjadikannya sebagai “ibadah” yang harus dipeliharanya. (ayat 24, 25).
Bagaimana dengan kita yang juga merupakan sasaran kasih Allah sebagai umat pilihanNya?Kita bersyukur karena senantiasa mendapatkan rasa aman dalam setiap sisi kehidupan, selalu dipedulikan dengan pertolonganNya untuk terlepas dari segala penderitaan dunia, mendapatkan keadilan untuk dimerdekakan dari perlakuan dunia yang penuh ketimpangan dan lebih daripada itu betapa Allah senantiasa mengampuni dari segala bentuk dosa kita. Seperti halnya bangsa Israel, demikian hendaknya kita senantiasa memegang kebaikan Tuhan sebagai ketetapan dan dipelihara sebagai “ibadah” dalam kehidupan kita.
Wujud dari kebaikan Tuhan yang senantiasa kita jadikan ibadah, maka ada pemahaman bahwa karya Allah yang telah terlebih dahulu diberikan kepada kita ini, harus diterapkan ditengah-tengah kehidupan dengan sesama ciptaan Tuhan. Kasih Allah dipakai sebagai landasan kita untuk melakukan tindakan peduli terhadap sesama yang menderita atas perlakuan jahat dunia yang diterimanya. Kasih Allah juga menunjukkan kepada kita untuk senantiassa mengampuni segala kesalahan sesama dan belajar untuk melupakannya.
Kita memang tidak dapat memungkiri bahwa seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, banyak terjadi perubahan kebudayaan dalam kehidupan masyarakat dari berbagai sisi, seperti dari segi kebiasaan, pola pikir, perilaku, gaya hidup, atau gaya berinteraksi dan berbagai macam perubahan realitas sosial. Namun perubahan itu tidak akan pernah merubah diri kita menjadi sama seperti dunia. Seharusnya kita melakukan hal yang lebih dari itu dengan memperlihatkan ciri kehidupan sebagai anak Allah dengan meningkatkan solidaritas kehidupan berdasarkan potensi yang telah Allah telah berikan kepada kita. Kekuatan solidaritas yang terbangun kita yakini bahwa dunia akan “terlewati” dari segala bentuk kejahatan dan kelaliman, dengan demikian kerajaan Allah segera terwujud di dunia. Selamat menyongsong Paskah. Tuhan Yesus memberkati.

 Amin