Rabu, 10 Oktober 2018

PERSEMBAHAN YANG SEJATI


BACAAN : ROMA 12:1-2

Kasih Allah di dalam Kristus Yesus itu mengubah segala sesuatu dalam kehidupan kita untuk menjadi lebih baik. Paulus mengatakan “Karena itu...” menunjukkan satu penekanan kepada tanggapan yang masuk akal. Karena sesuatu yang terlebih dahulu telah dinyatakan, maka kita harus mempersembahkan diri kita. Kalimat “ibadah yang sejati” memiliki pemahaman bahwa persembahan ibadah itu adalah sebagai sesuatu yang masuk akal, artinya kalau kita telah mengalami kemurahan hati Allah yang begitu luar biasa, kalau kita telah mengerti bagaimana kasih Allah begitu besar datang berkorban bagi kita, maka dengan begitu kita bisa lebih mengerti, untuk bisa memberi yang terbaik kepada Tuhan sebagai suatu respon baik kita.

Memahami bagaimana orang Majus yang mencari raja yang telah lahir, kemudian mereka berjumpa dengan Yesus. Mereka menyembah Dia dan mempersembahkan yang terbaik. Kalau orang Majus yang hanya berjumpa dengan Yesus yang masih anak itu menyembah Dia dan mempersembahkan yang terbaik, bagaimana dengan orang yang sudah melihat karya Kristus dalam kehidupannya, lalu kemudian tidak mempersembahkan yang terbaik untukNya? Penggunaan kata “menasehatkan” dan “mempersembahkan tubuh” adalah ungkapan yang menunjukkan perintah. Di sinilah Paulus memerintahkan kita sekali untuk seterusnya mempersembahkan tubuh kita, tidak ada lagi cadangan buat kita tetapi seluruhnya dan kapan saja untuk Tuhan. Karena itu, kita mempersembahkan diri kita satu kali untuk selamanya dan kita tidak akan pernah menjadi kecewa.

Tuhan berkenan kepada persembahan seorang janda yang hanya dua peser. Bukan soal apa yang dipersembahkan tetapi bagaimana dia mempersembahkan, yaitu seluruh hidupnya yang dia persembahkan. Tuhan Yesus berkata kepada perempuan Samaria akan datang waktunya penyembah-penyembah yang benar akan menyembah Allah di dalam roh dan kebenaran. Yaitu suatu sikap kehidupan nyata yang diberikan kepada Tuhan, yang kudus dan yang berkenan. Sama sebagaimana orang Majus yang memberikan yang terbaik itu, demikian persembahan yang kita berikan adalah persembahan yang kudus dan tidak bercacat, tidak bercabang hati, dengan segenap hati mempersembahkan hidup kita. Marilah kita persembahkan yang terbaik bagi Tuhan yaitu hidup kita. Bukan soal apa yang kita akan berikan tetapi bagaimana kita memberikannya.

Bahan Refleksi
1.   Bagaimana dengan kita, apakah yang selama ini kita persembahkan merupakan “Persembahan tubuh kita seutuhnya” kepada Tuhan?
2.  Dengan hati yang bagaimana kita memberikan hidup kita bagi Tuhan?
3. Adakah diantara kita ingin menyampaikan tekad mempersembahkan dengan persembahan yang kudus dan tidak bercacat, tidak bercabang hati kepada Allah?

TEMAN SEKERJA


Bahan: Yohanes 15:16-25

Pertanyaan mendasar yang sering kita abaikan adalah “apakah Tuhan salah memilih kita?”. Sebuah pertanyaan yang ditujukan kepada kita dan memerlukan jawaban yang tulus, maka jawabannya pastilah “tidak salah”. Tidak hanya sekedar sebuah pertanyaan, tetapi ada dampak yang mengikutinya yaitu untuk apa Tuhan memilih kita. Salah satu tujuannya adalah sebagai teman sekerja-Nya yang tidak hanya menerima setiap kehendak dan karya-Nya, tetapi juga menerapkan dalam kehidupan. Perilaku hidup sebagai teman sekerja Allah sebagai penyalur karya dan kehendak Allah kepada sesama tidak hanya dengan “memberi” contoh melalui khotbah-khotbah dan nasehat-nasehat saja tetapi juga harus “menjadi” teladan kehidupan bagi sesama.
Dengan memilih kita sebagai teman sekerjaNya, Allah pasti senantiasa menunjukkan kasihNya kepada kita dan melindunginya. Tidak bisa dipungkiri bahwa mereka yang dipilih oleh Tuhan akan mendapat tantangan yang berat dari dunia, sebab dunia membenci orang pilihan Allah. Dunia tidak ingin orang yang dipilih oleh Allah akan menghasilkan buah-buah kebaikan, yang diantaranya adalah mengasihi sesama dan berdampak untuk menjadikan sesama saling mengasihi diantara mereka. Allah melalui kehadiran Tuhan Yesus dan teman sekerjaNya ingin menyelamatkan manusia dari kekuatan dosa dunia dan memulihkan hubungan baik antara manusia dengan Allah. Seringkali tanpa disadari oleh banyak umat manusia, bahwa dengan membenci Yesus itu juga berarti membenci Allah. Ditambah lagi bahwa kebencian mereka itu tanpa alasan.
Bacaan kita hari ini, selain menekankan untuk saling mengasihi seorang akan yang lain, juga memberi kekuatan kepada kita untuk tetap bertahan akan peran kita sebagai teman sekerja Allah. Seringkali kita menjadi “nglokro” karena yang kita hadapi adalah sosok yang tidak hanya menolak niat baik kita, tetapi juga menunjukkan tindakan kebencian yang berlebihan. Kebencian yang sering kita rasakan setiap saat dalam hidup kita, menggiring kepada sikap acuh tak acuh yang mengarah kepada tindakan diam dan pasif sebagai teman sekerjaNya. Jika pasif dan diam masuk dalam kehidupan kita sebagai manusia Kristen, maka dipastikan kita melemahkan kepercayaan Allah kepada kita dan memperlambat serta menggagalkan perintah untuk mengasihi seorang akan yang lain.
Pada akhirnya kita harus tetap bertahan menjalankan peran kita sebagai teman sekerja Allah. Kita diingatkan bahwa yang memilih kita adalah Allah sendiri, itu berarti kekuatan kita sepenuhnya juga berasal dari Allah. Allah senantiasa mengawal, mendampingi dan memberi motivasi serta semangat untuk pergi dan menghasilkan buah-buah kebaikan itu.
Amin     

KEPEKAAN


Bacaan : Markus 6: 35-44

Salah satu semangat militansi Kristen yang harus dimiliki setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus adalah Kasih. Banyak perwujudan kasih yang bisa diperlihatkan dalam kehidupan sehari hari, diantaranya adalah kepekaan untuk perhatian kepada sesama. Kita seringkali terganggu kadar kepekaan kita dikarenakan oleh perhatian kita hanya tertuju kepada kebutuhan kita sendiri. Kebutuhan diri yang seolah-olah tidak pernah tercukupi, sehingga semangat mementingkan diri sendiri lebih utama dan kecil kemungkinan untuk terusik memperhatikan sesama. Selain kekuatan dalam diri sendiri sebagai sumber yang memperlemah kepekaan kita, tawaran yang memanjakan dari luar juga tidak kalah kuatnya. Dengan beragam barang dan jasa yang semestinya bukan sebagai kebutuhan pokokpun, dipaksakan untuk menjadi kebutuhan yang harus diperolehnya.
Beragam perlakuan yang ditujukan kepada kita, baik berupa nasehat, seruan untuk mencairkan kebekuan akan kepekaan kita, rupanya juga tidak bisa dengan mudah dicerna dengan baik. Mungkin kita menjadi pendengar yang baik, setuju dengan seruan yang membuahkan niat yang baik dan menyimpannya. Namun seringkali terhiasi dengan semangat untuk mencari cara, mengalihkan tindakan untuk menerapkannya dengan menunjuk kepada orang lain. Sepertinya kita selamat dari beban pekerjaan, tetapi sebenarnya kita sedang membuang kesempatan untuk memiliki maksud baik yaitu peka kepada sesama. Tanpa disadari kita akan kehilangan semangat militansi Kristen kita terutama dalam hal mengasihi dan memberi pertolongan kepada sesama.
Bacaan kita hari ini mengingatkan akan peristiwa ketika Tuhan Yesus akan memberi makan kepada banyak orang, lima ribu orang lebih. Ada dua sikap yang bisa kita ambil kaitannya dengan militansi Kristen. Yang pertama, bagaimana Tuhan Yesus memiliki kepekaan kepada banyak orang akan kebutuhan pokoknya, dan yang kedua bagaimana tindakan yang seharusnya dilakukan ketika para murid menerima mandat dari Tuhan Yesus. Keteladanan Tuhan Yesus dalam memiliki kepekaan dengan memperhatikan mereka yang membutuhkan makanan adalah prioritas yang harus kita miliki. Dengan memperhatikan mereka yang “kelaparan” dalam banyak hal, berati kita juga sedang menyelamatkan “ciptaan” Tuhan. Artinya kita sedang melakukan untuk Tuhan, tanpa ada tendensi atau “pamrih” kepada mereka yang kita perhatikan. Mandat yang diberikan Tuhan kepada kita, tidak selayaknya kita hindari dengan alasan yang masuk akal sekalipun. Tidak seperti yang para murid lakukan dengan mengatakan bahwa “tempat ini sunyi dan hari sudah mulai malam...”. Kita harus mempergunakan hikmat pemberian Tuhan untuk melakukannya dengan keyakinan Tuhan akan menopang kita.
Pada akhirnya, semoga kita tetap bertahan menyelamatkan semangat militansi Kristen kita dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian disamping karya Allah tetap berlaku dalam kehidupan kita, dengan memperhatikan mereka yang memerlukan pertolongan, kita juga sedang mempertahankan kualitas hidup yang baik pemberian Tuhan.
Amin