Bacaan : Markus 9:30-37
Perselisihan dikarenakan masing-masing
pihak merasa diri berada di pihak yang paling benar dan menganggap pihak lain
berada di posisi yang salah. Perselisihan tidak akan pernah menghasilkan
sesuatu yang positif, justru semakin menjauhkan dari kebenaran. Perselisihan dikarenakan
perkara yang kecil terkadang menyulut pertengkaran besar dengan mengorbankan
banyak orang. Sebenarnya perselisihan tidak akan terjadi ketika setiap orang
mampu memberikan tanggapan yang berlandaskan kasih walaupun diperlakukan secara
tidak adil. Namun masih banyak orang yang tidak bersedia untuk menerapkan
kasih, sebab dianggap sebagai tanda dari sikap orang yang lemah. Padahal mereka
yang menganggap dirinya seorang pemberani, yang membuat sesamanya menjadi
korban, justru merupakan bukti bahwa mereka lemah dalam mengendalikan diri.
Mereka gagal untuk memenangkan kehidupan ini secara bermakna dan melahirkan
banyak musuh. Semakin seseorang mampu mengendalikan diri, maka akan semakin
mampu menjaga keselamatan dan kesejahteraan dalam kehidupan ini. Kegagalan kita
untuk memahami secara positif keberadaan sesama disebabkan karena kita gagal
untuk memahami secara positif keberadaan diri sendiri. Perselisihan hanya dapat
diatasi apabila kita selalu memulai untuk membangun karakter diri sesuai dengan
hakikat umat yang telah ditebus oleh darah Kristus. Selama kita menghayati
makna karya penebusan Kristus dalam kehidupan pribadi kita, maka kita juga akan
dimampukan untuk memandang sesama sebagai umat yang juga telah ditebus Kristus.
Bacaan saat ini (ayat 34) menyaksikan
bagaimana sikap para murid ketika ditegur oleh Tuhan Yesus saat mereka mempertengkarkan
siapa yang terbesar di antara mereka. Sikap para murid yang tidak mempedulikan di
tengah situasi Tuhan Yesus memberitahukan tentang penderitaan dan kematian yang
akan dialamiNya. Sebaliknya mereka justru lebih disibukkan dengan siapa yang
paling berkuasa dan besar di antara mereka. Fenomena ini menunjukkan bahwa
ketika seseorang menjadikan dirinya sebagai pusat, maka dia tidak akan mudah
tersentuh dengan pergumulan sesamanya. Bahkan secara terbuka mempertengkarkan
ambisi pribadinya. Mereka ingin memperoleh kedudukan yang tinggi dengan
anggapan bahwa Tuhan Yesus adalah Mesias yang kelak akan memperoleh kekuasaan
dan kemuliaan dari Allah. Sikap kecenderungan seseorang yang tamak untuk
menjadi besar akan mendorong dia untuk cenderung berupaya membela dan
mempertahankan diri dalam berelasi dengan sesamanya. Pada hakikatnya seorang
yang berupaya membela dan mempertahankan diri disebabkan karena mereka merasa
diri terancam. Mereka merasa orang-orang di sekitarnya berupaya untuk
menganiaya atau melukai dirinya. Karena mereka terlalu sensitif dan merasa diri
terancam, maka mereka juga akan berupaya untuk menyerang sesama yang dianggap
melukai dirinya. Karena itu tidaklah mengherankan jikalau sumber utama dari
setiap perselisihan disebabkan karena masing-masing pihak dilatar-belakangi
oleh sikap yang berupaya membela dan mempertahankan diri.
Karya penebusan Kristus pada hakikatnya
telah mendamaikan diri kita dengan Allah dan sesama, juga telah mendamaikan
diri kita dengan masa lalu kita yang pahit. Sehingga dengan kuasa penebusan
Kristus, kita dimampukan untuk mengampuni orang lain dan juga mengampuni diri
kita sendiri. Apabila kita telah mengalami karya penebusan Kristus yang
mendamaikan dan mengampuni, maka kita tidak akan lagi mengembangkan pola sikap
yang berupaya membela dan mempertahankan diri. Melalui hikmat Allah, kita
disadarkan untuk menyingkirkan dan membuang secara total setiap bentuk dari
sikap yang berupaya membela dan mempertahankan diri. Keberadaan hidup yang
dilandasi oleh hikmat dari Allah selalu bersifat membebaskan dan membangun.
Hikmat dari Allah memampukan kita untuk mengutamakan peningkatan prestasi yang
digunakan untuk keselamatan dan kesejahteraan sesama. Dalam pemahaman ini
benarlah apa yang telah diajarkan oleh Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu:
"Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang
terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya”(ayat 35b). Konsep dunia
mengajarkan bagaimana seseorang untuk menjadi terkemuka, dengan menonjolkan
diri dan memaksa orang lain untuk melayani dia. Tetapi Kristus mengajarkan
keutamaan prestasi dan kemuliaan spiritualitas. Apabila umat manusia dikuasai
oleh kuasa dunia, maka umat manusia akan hidup dalam perselisihan yang lebih
luas. Sebaliknya apabila setiap umat manusia bersedia untuk dikuasai oleh Roh Kudus,
maka umat manusia akan hidup dalam penghargaan dan perdamaian dengan setiap
sesamanya.
Perjamuan Kudus
”oikumene” mengingatkan kita akan makna bergereja yang sesungguhnya. Kata
"oikumene" dalam bahasa Yunani berasal dari kata "oikos"
yang berarti rumah, tempat tinggal dan "mene" dari kata
"menein" yang berarti tinggal. Secara hurufiah "oikumene"
berarti "rumah yang didiami" atau ”dunia yang didiami”.
Pada hakekatnya Gereja itu tetap satu. Hanya saja Gereja
yang satu itu menampakkan diri dalam keberagaman yang disebabkan oleh hal-hal positif dan negatif. Ada
orang percaya ingin menghayati imannya dengan budaya dan
bahasanya. Ketidakcocokan sekelompok warga gereja terhadap gereja, lalu
mendorong mereka untuk mendirikan gereja baru. Dan masih terbuka kemungkinan terjadi keberagaman gereja,
karena pemahaman manusia tentang Alkitab selalu terbatas. Ada gereja yang
menekankan bagian tertentu dari Alkitab, ada gereja yang berusaha memahami
secara utuh Alkitab. Melalui Perjamuan Kudus oikumene yang
diselenggarakan oleh banyak gereja setiap tahunnya, merupakan upaya melestarikan
sebuah gerakan oikumene
untuk mewujudkan kesatuan gereja-gereja. Gerakan oikoumene ini didorong oleh
keprihatinan atas mudahnya terjadi perpecahan gereja yang terus terjadi di dunia ini.
Gerakan ini memiliki harapan agar Gereja bisa bersatu kembali.
Bagi kita yang
terpenting adalah menghayati dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru
Selamat, kemudian melibatkan diri secara penuh dan bertanggung jawab di dalam
Gereja sebagai anggota jemaatnya. Dengan demikian, sekalipun kita menemukan
berbagai ketidakpuasan didalam gereja kita, kita tidak akan dengan mudah pindah ke gereja lain. Kalau kita pindah ke gereja lain
karena tidak puas, maka akan sangat mungkin kita akan kembali mengalami
kekecewaan lagi di tempat yang baru. Setiap anggota jemaat dapat mengambil
bagian dalam membenahi kekurangan yang terdapat pada gerejanya. Gereja amat
membutuhkan warga yang mau tekun dan setia turut ambil bagian dalam pekerjaan
Tuhan, karena mereka merupakan benih yang baik untuk kedewasaan dan pertumbuhan
gereja. Selamat
mempersiapkan diri sendiri dan warga jemaat untuk masuk dalam masa-masa
menghayati sebelum menerima Perjamuan Kudus.
Amin.