Rabu, 18 September 2019

“HARUSKAH BERSELISIH”


Bacaan : Markus 9:30-37

Perselisihan dikarenakan masing-masing pihak merasa diri berada di pihak yang paling benar dan menganggap pihak lain berada di posisi yang salah. Perselisihan tidak akan pernah menghasilkan sesuatu yang positif, justru semakin menjauhkan dari kebenaran. Perselisihan dikarenakan perkara yang kecil terkadang menyulut pertengkaran besar dengan mengorbankan banyak orang. Sebenarnya perselisihan tidak akan terjadi ketika setiap orang mampu memberikan tanggapan yang berlandaskan kasih walaupun diperlakukan secara tidak adil. Namun masih banyak orang yang tidak bersedia untuk menerapkan kasih, sebab dianggap sebagai tanda dari sikap orang yang lemah. Padahal mereka yang menganggap dirinya seorang pemberani, yang membuat sesamanya menjadi korban, justru merupakan bukti bahwa mereka lemah dalam mengendalikan diri. Mereka gagal untuk memenangkan kehidupan ini secara bermakna dan melahirkan banyak musuh. Semakin seseorang mampu mengendalikan diri, maka akan semakin mampu menjaga keselamatan dan kesejahteraan dalam kehidupan ini. Kegagalan kita untuk memahami secara positif keberadaan sesama disebabkan karena kita gagal untuk memahami secara positif keberadaan diri sendiri. Perselisihan hanya dapat diatasi apabila kita selalu memulai untuk membangun karakter diri sesuai dengan hakikat umat yang telah ditebus oleh darah Kristus. Selama kita menghayati makna karya penebusan Kristus dalam kehidupan pribadi kita, maka kita juga akan dimampukan untuk memandang sesama sebagai umat yang juga telah ditebus Kristus.
Bacaan saat ini (ayat 34) menyaksikan bagaimana sikap para murid ketika ditegur oleh Tuhan Yesus saat mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka. Sikap para murid yang tidak mempedulikan di tengah situasi Tuhan Yesus memberitahukan tentang penderitaan dan kematian yang akan dialamiNya. Sebaliknya mereka justru lebih disibukkan dengan siapa yang paling berkuasa dan besar di antara mereka. Fenomena ini menunjukkan bahwa ketika seseorang menjadikan dirinya sebagai pusat, maka dia tidak akan mudah tersentuh dengan pergumulan sesamanya. Bahkan secara terbuka mempertengkarkan ambisi pribadinya. Mereka ingin memperoleh kedudukan yang tinggi dengan anggapan bahwa Tuhan Yesus adalah Mesias yang kelak akan memperoleh kekuasaan dan kemuliaan dari Allah. Sikap kecenderungan seseorang yang tamak untuk menjadi besar akan mendorong dia untuk cenderung berupaya membela dan mempertahankan diri dalam berelasi dengan sesamanya. Pada hakikatnya seorang yang berupaya membela dan mempertahankan diri disebabkan karena mereka merasa diri terancam. Mereka merasa orang-orang di sekitarnya berupaya untuk menganiaya atau melukai dirinya. Karena mereka terlalu sensitif dan merasa diri terancam, maka mereka juga akan berupaya untuk menyerang sesama yang dianggap melukai dirinya. Karena itu tidaklah mengherankan jikalau sumber utama dari setiap perselisihan disebabkan karena masing-masing pihak dilatar-belakangi oleh sikap yang berupaya membela dan mempertahankan diri.
Karya penebusan Kristus pada hakikatnya telah mendamaikan diri kita dengan Allah dan sesama, juga telah mendamaikan diri kita dengan masa lalu kita yang pahit. Sehingga dengan kuasa penebusan Kristus, kita dimampukan untuk mengampuni orang lain dan juga mengampuni diri kita sendiri. Apabila kita telah mengalami karya penebusan Kristus yang mendamaikan dan mengampuni, maka kita tidak akan lagi mengembangkan pola sikap yang berupaya membela dan mempertahankan diri. Melalui hikmat Allah, kita disadarkan untuk menyingkirkan dan membuang secara total setiap bentuk dari sikap yang berupaya membela dan mempertahankan diri. Keberadaan hidup yang dilandasi oleh hikmat dari Allah selalu bersifat membebaskan dan membangun. Hikmat dari Allah memampukan kita untuk mengutamakan peningkatan prestasi yang digunakan untuk keselamatan dan kesejahteraan sesama. Dalam pemahaman ini benarlah apa yang telah diajarkan oleh Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu: "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya”(ayat 35b). Konsep dunia mengajarkan bagaimana seseorang untuk menjadi terkemuka, dengan menonjolkan diri dan memaksa orang lain untuk melayani dia. Tetapi Kristus mengajarkan keutamaan prestasi dan kemuliaan spiritualitas. Apabila umat manusia dikuasai oleh kuasa dunia, maka umat manusia akan hidup dalam perselisihan yang lebih luas. Sebaliknya apabila setiap umat manusia bersedia untuk dikuasai oleh Roh Kudus, maka umat manusia akan hidup dalam penghargaan dan perdamaian dengan setiap sesamanya.
Perjamuan Kudus ”oikumene” mengingatkan kita akan makna bergereja yang sesungguhnya. Kata "oikumene" dalam bahasa Yunani berasal dari kata "oikos" yang berarti rumah, tempat tinggal dan "mene" dari kata "menein" yang berarti tinggal. Secara hurufiah "oikumene" berarti "rumah yang didiami" atau ”dunia yang didiami”. Pada hakekatnya Gereja itu tetap satu. Hanya saja Gereja yang satu itu menampakkan diri dalam keberagaman yang disebabkan oleh hal-hal positif dan negatif. Ada orang percaya ingin menghayati imannya dengan budaya dan bahasanya. Ketidakcocokan sekelompok warga gereja terhadap gereja, lalu mendorong mereka untuk mendirikan gereja baru. Dan masih terbuka kemungkinan terjadi keberagaman gereja, karena pemahaman manusia tentang Alkitab selalu terbatas. Ada gereja yang menekankan bagian tertentu dari Alkitab, ada gereja yang berusaha memahami secara utuh Alkitab. Melalui Perjamuan Kudus oikumene yang diselenggarakan oleh banyak gereja setiap tahunnya, merupakan upaya melestarikan sebuah gerakan oikumene untuk mewujudkan kesatuan gereja-gereja. Gerakan oikoumene ini didorong oleh keprihatinan atas mudahnya terjadi perpecahan gereja yang terus terjadi di dunia ini. Gerakan ini memiliki harapan agar Gereja bisa bersatu kembali.
Bagi kita yang terpenting adalah menghayati dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, kemudian melibatkan diri secara penuh dan bertanggung jawab di dalam Gereja sebagai anggota jemaatnya. Dengan demikian, sekalipun kita menemukan berbagai ketidakpuasan didalam gereja kita, kita tidak akan dengan mudah pindah ke gereja lain. Kalau kita pindah ke gereja lain karena tidak puas, maka akan sangat mungkin kita akan kembali mengalami kekecewaan lagi di tempat yang baru. Setiap anggota jemaat dapat mengambil bagian dalam membenahi kekurangan yang terdapat pada gerejanya. Gereja amat membutuhkan warga yang mau tekun dan setia turut ambil bagian dalam pekerjaan Tuhan, karena mereka merupakan benih yang baik untuk kedewasaan dan pertumbuhan gereja. Selamat mempersiapkan diri sendiri dan warga jemaat untuk masuk dalam masa-masa menghayati sebelum menerima Perjamuan Kudus.
Amin.