Kamis, 23 Mei 2013

BAHAN PA BULAN APRIL 2013 BACAAN : WAHYU 21: 1-4, 22: 1-5 SORGA (HAL KERAJAAN ALLAH) Sorga atau Kerajaan Sorga adalah kehidupan kekal yang dijanjikan Yesus kepada orang-orang yang percaya kepada-Nya. Istilah sorga dipakai oleh penulis Alkitab menunjuk pada tempat yang kudus di mana Allah saat ini berada. Kehidupan kekal, ciptaan yang sempurna, tempat dimana Allah menghendaki untuk tinggal secara permanen dengan umat-Nya (Wahyu 21:3). Tidak akan ada lagi pemisahan antara Allah dan manusia. Orang-orang beriman sendiri akan hidup dengan kemuliaan, dibangkitkan dengan tubuh yang baru; tidak akan ada penyakit, tidak ada kematian dan tidak ada air mata. Kerajaan Allah adalah sebuah konsep yang berakar di dalam Perjanjian Lama, yang kemudian ditekankan oleh Yohanes Pembaptis dan Yesus Kristus dalam zaman Perjanjian Baru. Di dalam Perjanjian Lama, ada beberapa nas yang berbicara mengenai perkataan yang searti dengan Kerajaan atau pemerintahan Allah (dalam bahasa Yunani: Basileia) yaitu: Mazmur 103:19, Daniel 4:3. Di beberapa bagian Alkitab lainnya, Allah juga disapa sebagai Raja, terutama di dalam kitab Mazmur dan Nabi-nabi. Di dalam konsep tersebut ada aspek ke-akan-an atau aspek sorgawi, dan juga ada aspek duniawi atau aspek ke-kini-an. Bertolak dari kesaksian alkitab, sorga sesungguhnya merupakan terminologi manusiawi yang terutama mengungkapkan kualitas kondisi relasional dengan Allah. Lebih daripada menunjuk suatu tempat, sorga melukiskan suatu kondisi di mana manusia berada dalam relasi dengan Allah secara benar. Sorga tidak terikat dan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, tetapi sebaliknya justru mengatasi dimensi ruang dan waktu. Dalam alkitab juga terungkap 3 makna “sorga” yang memiliki pengertian yang berbeda : 1. Berhubungan dengan kosmos (menunjuk pada langit dan bumi). 2. Digunakan sebagai sinonim untuk menunjuk Allah sendiri. 3. Adalah tempat di mana Allah berada. Memang sering dipahami sorga adalah suatu tempat yang sangat menyenangkan, suatu tempat di mana hal-hal yang paling kita inginkan terpenuhi. Namun hal yang paling mendasar mengenai sorga dikarakteristikan sebagai kehadiran Allah, dan dari kehadiranNya itu segala berkat terpenuhi. ”Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada” (Yohanes 14:2-3). Seperti bangsa Israel yang mencapai tanah perjanjian, demikian juga orang Kristen mengakiri “pengembaraannya” di sorga. Akhir dari perjuangan melawan daging, dunia yang penuh kejahatan, di sorga orang-orang percaya akan menyembah, memuji dan menikmati hadirat Tuhan secara penuh. REFLEKSI DIRI: 1. Sudahkah relasi dengan Allah terbangun dan terpelihara dalam hidup kita? 2. Sorga pada hakekatnya adalah mengalami kehadiran Allah. Apa yang harus kita lakukan di bumi, ketika kita merindukan sorga?
BAHAN PA BULAN MEI 2013 BACAAN : Keluaran 35: 4-21, Efesus 5: 2 PERSEMBAHAN YANG BENAR DIMATA TUHAN Banyak pertanyaan tentang bagaimana “Persembahan” yang benar kepada Tuhan. Untuk menggumuli pertanyaan tersebut, berikut ini akan disampaikan beberapa kesaksian Alkitab tentang persembahan. Perjanjian Lama: • “Hak prerogatif/ istimewa” Allah. Pada hakekatnya penilai sejati tentang persembahan kita hanya Tuhan. (cerita Kain dan Habil). • Persembahan tidak hanya ditujukan kepada Tuhan, tetapi juga kepada sesama manusia (Kejadian 43:11-15 dan Yehezkiel 45: 16). • Persembahan khusus dari setiap orang yang tergerak hatinya untuk membantu terpenuhinya kebutuhan bagi rumah Tuhan. (Keluaran 35:21) • Persembahan pendamaian yaitu persembahan untuk “menebus” pelanggaran yang mereka lakukan dalam hidup. (Keluaran 30: 20-21) • Menyerahkan beberapa persembahan sekaligus, yaitu persembahan persepuluhan, persembahan khusus, dan persembahan korban bakaran. (Perhatikan Keluaran 12: 11). Perjanjian Baru: • Simbol rasa hormat dan kerinduan untuk memuliakan Tuhan. (Matius 2:11) • Kesediaan seseorang untuk bertobat. (Matius 9:13) • Rasul Paulus menghayati persembahan bukan hanya uang atau benda, tetapi seluruh hidup. (Roma 12:1) • Di Perjanjian Baru kesetiaan dan kepatuhan orang percaya kepada Tuhan-nya tidak lagi ditandai oleh besar kecilnya persembahan, tetapi oleh cara hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai kerajaan Allah, yaitu: kasih, keadilan, kebenaran, suka cita, damai sejahtera. (Matius 23:23, Lukas 11:42, 1 Petrus 2:5) Dari beberapa kesaksian diatas, setidaknya kita bisa memahami arti dan makna persembahan sebagai berikut: • Persembahan yang kita lakukan saat ini bukan lagi sebagai “korban” baik untuk penebusan dosa atau sebagai “alat” untuk mendapatkan berkat dari Tuhan. Tuhan Yesus dengan karya penebusanNya telah memperbaharui secara mendasar makna persembahan. Jangankan sepersepuluh, mempersembahkan sepertiga atau setengah dari yang kita miliki pun tidak akan cukup untuk mensyukuri kebaikan Tuhan. Oleh karena itu Tuhan Yesus tidak pernah menyinggung soal jumlah dalam hal persembahan. • Persembahan sebagai ungkapan rasa syukur atas keselamatan yang Tuhan berikan kepada kita. Hal yang paling utama dalam persembahan adalah hati yang bersyukur. Persembahan juga sebagai wujud nyata pengakuan kita bahwa tanpa berkat Tuhan kita tidak bisa apa-apa. • Persembahan sebagai wujud nyata kesediaan kita untuk turut menopang pekerjaan Tuhan di dunia ini. • Persembahan sebagai wujud nyata kesediaan kita untuk tidak membiarkan uang dan harta benda menguasai hidup kita, dengan cara mau mengurangi uang atau harta benda yang ada pada diri kita untuk kebutuhan pelayanan. Bagaimana dengan beberapa pergumulan kita tentang Persembahan sepersepuluh, salah atau benarkah? Mestinya tidak perlu diperdebatkan, tetapi dipahami sebagai berikut bahwa menyerahkan Persembahan sepersepuluh dari penghasilan itu boleh bahkan amat baik kita lakukan, asal dengan motivasi yang baik, yaitu: a) untuk mengucap syukur secara teratur atas kasih dan berkat keselamatan dari Tuhan yesus Kristus; b) untuk melatih diri agar kerohanian kita semakin baik dan tidak menempatkan harta-uang sebagai yang utama dalam hidup (mengikis sifat egoisme – materialisme). c) tidak menjadikan angka sepersepuluh sebagai hukum mutlak! Namun demikian menyerahkan persembahan sepersepuluh dari penghasilan bisa saja salah kalau motivasinya tidak benar, misalnya: a) menganggap itu sebagai persembahan yang paling benar; b) ditujukan untuk mendapatkan berkat berlimpah; c) takut kalau tidak memperoleh berkat! Kalau ini yang terjadi, maka sebenarnya persembahan itu arahnya kepada diri sendiri, bukan kepada Tuhan. Selamat mempersembahkan kepada Tuhan yang terbaik.