Selasa, 18 Maret 2014

“Berilah Aku minum”

Bacaan : Yohanes 4: 5-26 “Berilah Aku minum” Perempuan Samaria datang untuk menimba air sumur pada siang hari yaitu saat kondisi panas terik. Perempuan Israel atau Samaria untuk mengambil air sumur umumnya dilakukan pada waktu pagi dan mereka selalu datang tidak sendirian. Tetapi perempuan Samaria tersebut justru datang tengah hari dan hanya seorang diri. Tampaknya dia secara sengaja menghindar dari pertemuan dengan banyak orang. Alasannya sangat jelas, bukan hanya karena dia seorang perempuan Samaria saja, tetapi juga karena kehidupan rumah-tangganya penuh dengan nista. Perempuan Samaria tersebut bukan hanya haus akan air, tetapi lebih dari pada itu dia juga haus akan kasih sayang. Tetapi tampaknya dia tidak pernah memperoleh kasih sayang yang sejati. Itu sebabnya dia sampai lima kali berganti suami, Keadaan inilah yang menyebabkan dia selalu menghindar dari kalayak ramai, karena banyak orang tahu siapakah dia yang sebenarnya. Tidaklah heran jikalau perempuan Samaria ini tidak memiliki teman. Dia datang sendirian menimba air sumur Yakub yang mungkin tempatnya cukup jauh dari rumahnya. Pandangan buruk dari masyarakat semakin membuat perempuan Samaria ini terpojok dan terbuang. Karena kini tidak ada orang yang berani menyapa dan berlaku ramah kepadanya. Perempuan Samaria tersebut benar-benar merana sendirian, seperti seorang yang haus di padang gurun. Tetapi saat dia mau menimba air, justru dia dikejutkan dengan sapaan seorang pria yang sedang duduk di tepi sumur yang berkata: “Berilah Aku minum”. Pria itu adalah Yesus yang sedang letih oleh karena perjalanan jauh yang baru saja ditempuhnya, Selama ini perempuan Samaria tersebut diacuhkan dan diabaikan, tetapi kini Yesus menyapa dan minta air minum kepadanya. Kehausan untuk memperoleh perhatian dan penghargaan yang dialami oleh perempuan Samaria tersebut mulai terpenuhi dengan sapaan ramah dari Yesus. Dia merasa dirinya berharga, karena ada orang yang minta bantuan kepadanya. Tuhan Yesus memposisikan perempuan Samaria ini sebagai seorang penolong yang murah hati. Sehingga perempuan Samaria ini merasa dirinya tersanjung. Maka kini mengalirlah suatu percakapan yang lahir dari hati sanubari terdalam. Saat itulah Yesus membawa perempuan Samaria tersebut ke arah pokok pembicaraan tentang karunia Allah yang berkenan menyediakan air hidup. Tuhan Yesus mengingatkan perempuan Samaria itu, yaitu: “Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal”. Maksud Tuhan Yesus cukuplah jelas, bahwa air yang berasal dari sumur Yakub tidak akan mampu memuaskan dahaga manusia. Tetapi apabila perempuan Samaria tersebut bersedia untuk minum air hidup dari Kristus, dia tidak haus lagi, bahkan Tuhan Yesus berkata bahwa dia akan menjadi mata air yang terus-menerus untuk memberi makna kehidupan yang menyelamatkan bagi sesamanya. Percakapan Yesus dengan perempuan Samaria tersebut berhasil menyingkapkan makna air hidup yaitu kasih karunia Allah yang menyelamatkan dan memberi kelegaan kepada mereka yang terbuang karena dosa. Perempuan Samaria tersebut juga berhasil menemukan jati dirinya, sebagai seorang yang berdosa dan terbuang dari hadapan Allah dan sesamanya. Tetapi seketika itu pula perempuan itu juga menemukan kekayaan kasih karunia Allah yang melegakan. Itu sebabnya dia berkata: “Tuhan, nyata sekarang padaku bahwa Engkau adalah nabi”. Dia menemukan diri Yesus sebagai seorang “nabi” yang telah menyingkapkan kebenaran Allah tentang kasih karuniaNya yang menyelamatkan. Perempuan Samaria tersebut telah menemukan suatu cara pandang yang sungguh-sungguh baru dan melegakan. Bagaimana dengan sikap hidup kita di masa Prapaskah ini? Satu kebulatan tekat yang perlu diambil adalah, dosa perlu diakui dan jikalau kita tidak mau mengakui dosa, tentu Tuhan akan membuka lembaran hitam kita seperti yang terjadi atas perempuan Samaria itu. Kesalahan dan dosa kita tidak dapat hilang dan tidak dapat dilupakan sebelum dibasuh dengan “darah Yesus”. Tetapi saat kita seperti perempuan Samaria itu yang merasa diri kotor dan berdosa, Allah berkenan menunjukkan kasihNya yang memulihkan dan menyelamatkan kita. Allah berkenan memberikan karunia air hidup saat kita sedang haus akan pengampunan dan kasih Allah. Kehidupan perempuan Samaria tersebut telah dipulihkan karena seluruh relung hati dan jiwanya telah diisi penuh oleh kasih Allah yang dicurahkan. Spiritualitasnya kini ditranformasi dan diperkaya berupa berkat-berkat keselamatan Allah secara melimpah. Air hidup itu akan melimpahi hati kita dan kita tergerak untuk juga pergi, berbagi berkat kepada orang lain. Masa menjelang atau persiapan masuk dalam “perjamuan kudus”, kita semua dipanggil oleh Tuhan untuk mengosongkan setiap ruang dalam hati yang selama ini diisi oleh berbagai keinginan, harapan semu, cita-cita yang berlebihan, sifat-sifat dan karakter yang tidak terpuji. Artinya hati dan roh kita masih sarat dengan berbagai hal yang duniawi seperti hawa-nafsu, ambisi-ambisi, keinginan yang serakah, maka kita terus bersungut-sungut dan akan mudah marah ketika keinginan kita tidak terpenuhi. Karena itu mari kita bersikap seperti perempuan Samaria yang bersedia dilucuti dan disingkapkan kegelapan masa lalu dan kekelaman batinnya. Maka pada saat itu pula kita bukan hanya mendengar suara Kristus, tetapi kita juga diperkenankan untuk menerima tubuh dan darah-Nya. Dialah Air Hidup itu sendiri, yang akan mengaruniakan kepada kita bukan hanya air hidup; tetapi juga Tuhan Yesus mampu menjadikan diri kita sebagai mata air yang terus memancar sampai kepada hidup yang kekal. “Berilah aku minum Tuhan, dan akupun bersedia memberikan air minum kepada sesama”. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar