Minggu, 01 Agustus 2021

“GEREJA YANG PENUH KASIH”

Bacaan : Markus 12: 28-34 Saat ini kita hidup dalam suatu kondisi yang cenderung semakin acuh tak acuh, kita berada dalam alur kehidupan yang jauh dari kepedulian. Setiap hari kita berhubungan dengan banyak orang, namun tidak selalu mampu memperlakukannya dengan penuh kasih. Sehingga relasi yang ada dalam pengertian tidak lagi mampu melihat dan memperlakukan sesama sebagai seorang pribadi yang utuh sebagaimana adanya. Tidaklah mengherankan jikalau dalam situasi yang seperti ini, kita sering terdorong memperlakukan orang lain sebagai obyek yang hanya dimanfaatkan untuk kepentingan diri kita sendiri. Itulah sebabnya hidup kita seringkali masuk kedalam berbagai pertentangan, yang dimulai dari dalam kehidupan keluarga, dalam pekerjaan, dengan tetangga dan di lingkungan lainnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam diri setiap orang sebenarnya memiliki kecenderungan untuk mementingkan diri-sendiri. Dengan demikian, seseorang selalu berusaha untuk mempertahankan kepentingan dirinya daripada memperhatikan sesamanya. Karena itu kita dituntut untuk menaklukkan diri kepada peraturan-peraturan yang telah disepakati untuk diberlakukan dalam tatanan kehidupan. Kita telah memahami bahwa setiap pertentangan senantiasa menimbulkan penderitaan, kesedihan, kegelisahan dan luka-luka batin yang sulit terobati. Karena itu bagaimanakah kita harus mempedulikan sesama dengan penuh kasih merupakan tugas dan panggilan bersama untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai umat Kristen yang sekaligus sebagai gereja yang ditumbuhkan Tuhan dan untuk berkarya bersama-Nya. Kisah kehidupan umat Israel yang kita sering baca dalam kitab-kitab Perjanjian Lama, umumnya hanya menghayati hukum Taurat yang berisi ketetapan firman Allah untuk mengatur kehidupan, yaitu bagaimana mereka harus bersikap kepada Allah dan sesamanya. Namun dalam praktek hidup sehari-hari seringkali hanya dipahami sebagai peraturan keagamaan dalam relasinya dengan Allah dan sesama. Mereka kelihatan berusaha mentaati hukum Allah tersebut dengan setia, namun pada sisi lain, hubungan mereka dengan Allah dan sesama tidak berarti menjadi lebih sempurna. Ibadah mereka sering dipakai untuk menyembunyikan segala perbuatan yang jahat terhadap sesama. Rajin dalam ibadah kepada Tuhan, tetapi mereka juga sering berlaku kejam dan tidak adil kepada sesama di sekitarnya. Itulah sebabnya ketika seorang ahli Taurat bertanya kepada Tuhan Yesus, “Hukum manakah yang paling utama?” maka Tuhan Yesus menjawab: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita. Tuhan itu Esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama daripada kedua hukum ini." Inti jawaban Tuhan Yesus tersebut pada hakikatnya mau menegaskan bahwa kasih kepada Allah dengan segenap hati dan akal budi sama sekali tidak boleh dipisahkan dengan kasih kepada sesama. Dalam hal ini Allah tidak lagi diperlakukan sebagai sang Pencipta yang dikasihi dengan segenap hati, jiwa dan akal-budi; tetapi Tuhan di tuntut sebagai sarana dan diminta untuk memenuhi kebutuhan demi kepentingan diri kita sendiri. Gereja yang juga diartikan sebagai pribadi-pribadi pilihan Tuhan, terus berupaya untuk tidak membuat pemisahan kasih kepada Allah dengan sesama. Allah adalah sumber kasih, sehingga menyembah dan mempermuliakan Allah seharusnya mendorong gereja untuk semakin mengasihi dan memanusiawikan sesama. Gereja sangat dibutuhkan kehadirannya dalam kondisi saat ini, senantiasa berupaya menumbuhkan penghayatan iman Kristen yang benar. Kasih Allah ditampilkan dalam setiap sisi kehidupan gereja, yang mengasuh, marawat serta menopang setiap sisi kehidupan kehidupan dengan setia. Tuhan memberkati kita, Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar